Suatu hari aku diajak temanku Tio untuk melihat villanya yang
baru selesai dibangun. Dia membeli sebidang tanah yang letaknya kira-kira di
belakang wilayah Tapos, milik bekas Presiden Soeharto. Dia membeli lahan
sekiltar 500 m. Villa yang dibangunnya biasa saja, tidak mewah, tapi mempunyai
cukup banyak kamar. Ada 4 kamar yang semuanya memiliki kamar mandi di dalam.
Udaranya bersih sejuk, dia menawarkan aku membeli juga
sebidang tanah di situ luasnya malah 700 m dan posisinya bagus. Kami berdua
ngobrol di teras depan. Jalan didepan tidak terlalu ramai, hanya sesekali saja
dilalui sepeda motor. Tidak lama kemudian muncul sepeda motor cewek
berboncengan. Mereka tidak mengenakan helm. Si pengemudi menegur temenku,
“ Hai om,” katanya.
Tio lalu melambaikan tangannya memanggil mereka. Motor itu
putar arah dan kembali mendekati pagar rumah Tio. Aku dan Tio berdiri di balik
pintu pagar. Setelah basa-basi sebentar, Tio langsung melontarkan pertanyaan
“ Ada ?”.
“Banyak om, tinggal om maunya yang gimana,” jawab gadis itu.
Cerita Ngentot | Aku awalnya tidak paham topik pembicaraan
mereka, sampai akhirnya mengerti setelah Tio melihat foto-foto dalam HP anak
itu. Foto-foto ala kadarnya itu cukup banyak sekitar 20 mungkin lebih. Tio
bertanya apakah aku berminat. Aku pun jadi penasaran ingin meneliti satu
persatu foto-foto itu. Semuanya kisaran usia ABG. Tidak terlalu jeleklah,
Rata-rata wajahnya lumayan manis-manis juga.
“Oom nanti saya tunggu ya di tempat biasa,” kata si cewek itu
.
Tak lama kemudian dia berlalu. Tio baru bercerita bahwa
foto-foto itu adalah anak-anak di kampung dekat situ. Mereka semua bisa diajak
tidur, tapi gak bisa dibawa menginap. Mereka bukan pemain profesional, tetapi
anak-anak yang iseng cari duit untuk beli pulsa.
Tio mengajakku berboncengan motor matic turun ke kampung.
Kami berhenti dan duduk di warung bakso di bangku yang menghadap keluar. Tio
lalu mengirim SMS memberi tahu bahwa kami ada di warung bakso. Sekitar setengah
jam kemudian di seberang jalan berdiri berjajar 5 cewek, usianya masih sangat
remaja. Kami berdua meneliti ke lima cewek di seberang jalan. Mereka masih
tergolong remaja tanggung. Kelimanya sih boleh juga, satu sama lain nilainya
hampir sama lah. Aku melirik yang mengenakan baju kuning, kelihatannya teteknya
paling besar.
Menurut Tio, anak-anak itu tidak perlu dikasi duit
banyak-banyak. Tio lalu menyebut suatu jumlah yang menurutku sama dengan kalau
aku pijat di Jakarta kota plus uang tipsnya. Tio mengirim sms ke cewe yang naik
motor tadi mengenai pilihanku dan pilihan Tio. Entah dimana tempatnya untuk
bertemu lagi, tapi Tio sudah paham betul nanti ketemu lagi di satu tempat. Kami
kembali dengan motor ke villa Tio.
Dengan mobilku kami cabut dari villa, titik temunya ternyata
di parkiran minimarket. Dua cewek pilihan kami sudah standby di sana, aku
langsung mendekat dan Tio keluar. Dia pindah ke tempat duduk belakang dan cewek
baju kuning pilihanku tadi di suruh duduk di depan.
Tio menunjukkan tujuan kami membantai cewek-cewek ini.
Letaknya tidak jauh sekitar 15 menit jalan ke arah Sukabumi, lalu ada jalan
raya ke kiri. Tidak jauh ada tempat penginapan yang berbentuk bungalow-bungalow
kecil. Aku dan Tio turun ke resepsionis dan langsung bayar dapat kunci kamar.
Bell boy menunjukkan kamar yang kami pesan, dua bangunan
berdekatan. Mobil aku surukkan ke dalam garasi. Bell boy sudah membuka pintu.
Aku paham dia mengharap uang tips. Begitu pintu tertutup, cewek baju kuning
yang menyebut namanya Hani langsung memelukku dan menggelendot. Aku lalu
memeluknya sebentar. Dia kuajak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku
membuka pakaianku satu persatu, Hani mengikuti, membuka pakaiannya. Tanpa rasa
malu dia sudah telanjang di depanku, padahal aku masih mengenakan celana dalam.
Teteknya mungkin baru tumbuh tetapi sudah membubung dan lumayan besar juga
untuk anak seumuran dia yang mengaku berumur 15 tahun.
Pentil teteknya belum berkembang dan aerolanya juga masih
kecil. Namun teteknya sudah cukup tegap, terasa kenyal ketika aku remas. Aku
membuka celana, langsung terlihat senjataku berdiri tegak. Mekinya masih polos
belum ada bulu yang tumbuh. Aku sempat bertanya, apakah jembutnya dia cukur.
Hani mengatakan memang belum ada bulunya. Pengalamanku bergaul dengan
cewek-cewek Sunda mereka umumnya tidak memiliki bulu lebat. Beberapa kali aku
bertemu dengan cewek Sunda yang sudah berumur hampir 25 tahun. Tetapi bulunya
masih jarang. Jadi wajar saja kalau anak ini masih gundul, pada usia 15 tahun.
Bungalow ini lumayan bersih, ada air hangatnya.
Kami berdua akhirnya mandi agar segar. Setelah mengeringkan
badan, dengan berbalut handuk, kami langsung berbaring di tempat tidur. Aku
mulai melakukan operasi meremas-remas nenennya. Daging payudaranya terasa
sangat mengkal dan cenderung keras. Enak sekali meremasnya perlahan-lahan. Aku
memainkan pentilnya yang masih kecil dengan memelintir-melintir. Setelah itu
aku bangkit menciumi kedua putting yang masih kecil tetapi terasa mengeras.
Sambil menjilati pentil kecil tanganku merayap ke bawah
mencari belahan meki. Gundukan mekinya terasa cembung dan belahannya masih
rapat. Jari tengahku masuk ke sela-sela belahan itu lalu mencari cliorisnya.
Jari tengahku belum merasa ada tonjolan itil. Aku menguyel-uyel daging di atas
lipatan bibir dalamnya. Hani bereaksi dengan gerakan pinggulnya . Aku merasa
menemukan itilnya dan terus aku mainkan. Sebetulnya aku ingin mengoral, tapi
kali ini aku tahan saja keinginanku. Aku duduk di antara kedua kakinya sambil “membelah
duren”. Terlihat warna merah muda di dalam belahan mekinya.
Aku tak ingin berlama-lama maka kondom aku pasangkan dan
k0ntol kuarahkan masuk ke lubang meki yang masih rapat. Perlahan tapi pasti,
k0ntolku terbenam tanpa halangan berarti. Cengkeramannya lumayan menjepit. Aku
memompa sekitar 10 menit. Akibat pakai kondom, rasanya jadi kurang nikmat. Aku
membalikkan posisi agar Hani diatas dan dia yang memacu. Pengetahuan dia
lumayan juga karena gerakannya cukup bagus. Aku tidak tahu apakah dia lelah atau
dia mencapai orgasme, karena setelah 10 menit dia ambruk di atas tubuhku dengan
nafas memburu.
Kembali ke posisi semula aku mengenjot dia habis-habisan
sampai akhirnya aku sanggup juga mencapai puncak. Aku benamkan dalam-dalam
ketika berejakulasi dengan pengaman kondom. Setelah usai aku melepas kondom dan
membuang ke tempat sampah yang berada di kamar mandi.
Hani kusuruh memijatku, tapi dia mengatakan tidak bisa mijat.
Dia malah menawarkan ibunya, karena ibunya pintar memijat dan tahu urat. Hani
mengaku ibunya janda umurnya sekitar 32 tahun. Aku jadi penasaran lalu
menanyakan apakah Hani punya fotonya. Dia lalu mengeluarkan HP nya, HP buatan
Cina dengan layar lebar. Dia lalu menunjukkan foto ibunya. Lumayan juga tidak
terlalu gemuk. Di foto itu terlihat susunya besar sekali. Hani membenarkan,
susu ibunya memang besar sekali.
Wah boleh juga di try sekali waktu batinku.
“ Kapan oom mau pijat ama ibu,” kata Hani. Aku jawab belum
tahu.
“Ntar sore aja oom, nanti antar saya balik dan oom tunggu
kabar di rumah Oom Tio. Nanti saya kabari kalau ibu bisa,” kata Hani.
Aku jadi tergugah . Main dengan Hani hanya aku lakukan satu
ronde saja. Kami ngobrol sambil tidur telanjang berdua sampai Tio menelponku
bahwa dia sudah selesai. Tidak sampai 3 jam kami habiskan waktu bermain dengan
ABG. Setelah anak-anak itu turun, dalam perjalan ke villa Tio aku beritahu
bahwa aku setelah ini berencana pijat. Dia sempat heran aku mau pijat sama
siapa, setelah kuterangkan baru dia mengerti.
‘
Aku sempat menghabiskan secangkir kopi tubruk dan dua batang
rokok sebelum telponku bergetar. Kulihat di layar muncul nama Hani. Dia
menanyakan apakah aku jadi dipijat, kebetulan Ibunya bisa. Aku langsung bilang
jadi. Jam berapa bisa dijemput, tanyaku. Terserah Oom bisanya jam berapa. Jam
lima deh kataku, yang berarti sejam lagi dari saat itu.
Aku berjanji menjemput ibunya Hani di minimarket tadi. Tio
tidak ikut, karena istrinya mau datang. Di minimarket itu dari kejauhan sudah
kulihat seorang wanita paruh baya, dengan baju merah, rambut pendek. Aku tidak
perlu parkir, tetapi berhenti sejenak dan membuka kaca. Wanita itu melihat ke
dalam mobil lalu aku menganggukkan kepala. Dia langsung mendekat dan membuka
pintu.
Setelah duduk disalaminya aku dan memperkenalkan diri dengan
nama Lilis. Aku lalu memanggilnya dengan panggilan khas Sunda, Teh Lilis, dalam
bahasa Indonesia berarti Kak Lilis. Wajahnya lumayanlah, tidak terlihat terlalu
tua, masih kelihatan segar, badannya tidak terlalu gemuk. Malah terlihat
bahenol. Orangnya terlihat sopan, tapi banyak omongnya.
Aku kembali ke penginapan tadi tapi mendapat kamar yang
berbeda. Aku langsung tidur telungkup. “Oom mau dipijat pakai baju aja, dibuka
atuh,” kata Teh Lilis.
Aku bangun dan melepas semua pakaianku tinggal hanya celana
dalam, lalu kembali tidur telungkup. Pijatan dimulai dari telapak kaki terus
menyusur sampai paha. Beberapa titik di telapak kaki ditekannya aku merasa
sakit. Sambil menekan-nekan titik syaraf dia mengatakan penyakit-penyakit yang
mungkin ada pada diriku. Pijatannya kadang-kadang sakit, tapi selebihnya memang
nikmat dan membuat rilex. Sampai di bagian pantat, diremas-remasnya pantatku
lalu di beberapa tempat ditekan-tekan. Tekanan itu serasa nyetrum ke
kemaluanku, sehingga jadi mengeras.
Terus terang aku jadi terangsang. Oleh karena itu aku
beralasan, jika celanaku mengganggu aku minta dia tarik saja ke bawah. Teh
Lilis lalu menarik celanaku dan meletakkan di atas meja. Dia kembali meremas
pantatku. Rasanya memang sangat nikmat. Dia lalu mengurut paha bagian dalam.
Entah dia sengaja atau tidak, tetapi kantong zakarku berkali-kali tersentuh
tangannya. Aku makin high sehingga kakiku ku kangkangkan lebih lebar untuk
memberi peluang tangannya lebih jauh menyentuh zakarku. Selangkangan diurutnya
bahkan daerah sekitar dubur di tekan-tekan.
Aku sebetulnya ingin langsung berbalik badan saja, tetapi
kutahan niat itu, karena Teh Lilis pindah mengurut punggung dan bahuku. Dia
menduduki pantatku. Aku mengingat-ingat, tadi Teh Lilis memakai celana jeans.
Tidak mungkin pakai jeans bisa leluasa duduk ngangkangi pantatku. Aku
mengosentrasikan rasa di kulit pantat untuk merasakan gesekan di situ. Rasanya
pantatku bergesekan dengan kulit bukan celana jeans. Tapi masih terasa ada kain
yang melindungi selangkangannya.
Aku makin terangsang tetapi juga terbuai oleh pijatan
dipunggungku. Ketika dia memijat tanganku aku baru bisa melihat, ternyata Teh
Lilis hanya mengenakan celana dalam saja sementara kausnya masih tetap.
Selesai bagian belakang aku dimintanya berbalik posisi jadi
telentang. Aku buang rasa malu dan membiarkan k0ntolku terlihat tegak. Jika
dipanti pijat di Jakarta, biasanya senjataku yang tegak itu ditutup handuk,
tetapi ini dibiarkan terbuka. Teh Lilis mengomentari, “ Wah sudah siaga satu,”
katanya.
“Ya ada musuh utama mau menyerang,” jawabku.
Teh Lilis tersenyum dan menyubit pelan. Aku jadi kurang
merasakan pijatan lain di kaki maupun di bagian lain. Rasa penasaran, kira-kira
bagaimana dia akan memperlakukan senjataku yang sudah siaga penuh.
“Oom mau diterapi kejantanan juga ,” tanyanya.
Aku langsung mengiyakan, karena sentuhan di senjataku sudah
kuharapkan dari tadi. Digenggamnya k0ntolku . Dia menurut pangkal k0ntolku,
lalu mengurut otot-otot dekat lubang duburku. Ditekan-tekan lalu diurut.
K0ntolku rasanya jadi makin keras dan tegak. Terlihat kepalanya k0ntolnya merah
mengkilat.
Dia menekan-nekan di bagian kantong zakar, sambil berkata,
“ ini biar tahan lama, pokoknya jakarta bandung PP,” katanya
mengistilahkan lamanya bertahan ibarat perjalanan Jakarta Bandung pulang pergi.
“Oom ngrasa enggak barangnya makin panjang dan makin besar.”
tanyanya. Aku yang dari tadi merasa barangku makin garang lalu bertanya, apakah
ini karena di pijat. Teh Lilis hanya tersenyum. Oom tahan ya jangan sampai
keluar, sebentar lagi sudah selesai kok. Menurut Teh Lilis, barangku harus
diistirahatkan dulu sekitar 1 jam menahan jangan sampai air maninya keluar.
Jika berhasil barangku akan permanen besarnya dan kemampuan bertahannya juga
lebih baik.
Setelah selesai memijat, dia permisi ke kamar mandi. Entah
apa yang dilakukan di dalam, aku merasa ngantuk. Aku terbangun kemudian karena
merasa dia sudah berbaring di sebelahku. Nafsuku yang tadi sudah diubun-ubun,
muncul lagi aku memiringkan badanku dan memeluk dia. Tanpa minta izin tanganku
kuselipkan di bawah bajunya dan langsung merogoh teteknya. Ternyata dia sudah
melepas BHnya. Tanganku meremas-remas teteknya, terasa cakupan telapak tanganku
tidak cukup menutup seluruh teteknya.
Aku menarik kausnya keatas. Dia membantu dan terpaparlah
sepasang daging besar dengan puting hitam yang mengeras. Aku memelintir gantian
putting kiri dan dan kanan lalu bangkit dan menghisapnya . Teh Lilis mendesis
dan mengelus-elus punggungku.
Tanganku sudah merayap ke dalam celana dalamnya, jembutnya
tidak begitu lebat dan belahan mekinya terasa sudah basah. Itilnya dengan mudah
kutemui. Dia menggelinjang-gelinjang menahan rasa nikmat karena itilnya aku
goda. Aku menelanjanginya. Keinginan untuk menjilati mekinya begitu kuat. Aku
langsung turun ke bawah. Aroma mekinya tidak menyengat. Abu khas meki terasa
samar-samar, tapi itu malah menambah gairah.
Aku melomot itilnya dan memainkan lidahku di ujung itilnya.
Teh Lilis merintih dan bergerak lasak pinggulnya. Sambil merintih dia
mengatakan, enak banget oom, begitu berulang-ulang sampai akhirnya dia
mengejang karena tiba orgasmenya. Setelah tuntas gelombang orgasmenya, dua
jariku ku jebloskan ke dalam mekinya perlahan-lahan, terasa sempit, tetapi
masuk juga Aku memainkan kocokan dengan kedua jariku yang masuk ke celah
mekinya. Semenara itu tangan yang satunya memainkan itilnya.
Dia seperti lupa daratan mengerang-erang keras sekali karena
tidak tahan dengan kenikmatannya. Di puncaknya dia malah berteriak awas oom
saya nggak bisa nahan lagi, lalu mancur cairan yang agak kental dari celah
mekinya. Aku memang sudah mengetahui situasi itu sehingga sebelum pancuran itu
bibir mekinya aku buka selebar-lebarnya. Pancrutan pertama cukup kencang , lalu
berangsur-angsur melemah sampai akhirnya hanya meleleh saja. Tapi setiap
denyutan orgasmenya dia sertai dengan erangan keras.
Setelah situasi normal, Teh Lilis berkomentar.
“ Saya seumur-umur belum pernah dikerjai sampai saya muncrat
begitu, adeuh rasanya nikmat banget dan lemes, Si Oom rupanya pintar ngilik
juga.”
Aku lalu bertanya apakah masa tenggang satu jam tadi sudah
terlewati. Dia hanya mengangguk.
“ Oom mau test hasil pijatan saya ya,” kata Teh Lilis.
Aku ditarik untuk menindihnya. K0ntolku digenggamnya lalu diarahkan
masuk ke dalam mekinya. Aku perlahan-lahan menenggelamkan senjataku ke
sarungnya. Setelah full aku mencoba merasakan kehangatan lubang nikmat si Teh
Lilis. Dia mengedut-ngedutkan otot vaginanya k0ntolku serasa dipijat, rasanya
nikmat sekali.
Aku mengatur posisi dan mulai menggenjotnya dengan irama 4/4
dan mengusahakan gerakannya stabil sambil mencari posisi yang memberi
kenikmatan lawan mainku. Meki Teh Lilis cukup mencengkeram juga, meskipun sudah
punya anak dan umurnya setengah baya. Aku menengarai, meki yang habis orgasme,
rasanya lebih nikmat dan lebih menncengkeram. Itulah yang aku rasakan.
Gerakanku mulai direspon oleh Teh Lilis. Aku menemukan posisi
yang tepat. Pada posisi itu aku terus bertahan. Tidak sampai 5 menit di sudah
mengerang panjang menandakan dapat orgasme. K0ntolku terasa disiram cairan
hangat dan sekujur lubang vaginanya memijat-mijat k0ntolku.
“Aduh nikmat banget dan lemes, rasanya. Oom punya rasanya
ngganjel banget di dalam, gimana Oom masih kuat,” tanyanya. Aku mengangguk dan
meneruskan pompaanku .
Mungkin baru dua menit dia sudah mengerang lagi mencapai
kemuncaknya.
“Oom mainnya pinter banget sih, aku cepet banget dapet lagi.
Rasanya juga nggak kayak biasa ini berasa kuat banget, kalau aku pas dapet,
bikin lemes oom,” katanya.
Aku tau bahwa orgasme sejak aku oral sampai penetrasi ini dia
terus-terusan mendapat big Orgasme, atau orgasme G spot. Orgasme jenis ini jauh
lebih nikmat dari pada orgasme clitoris. Kebanyakan perempuan akan merasa lemas
dan ngantuk. Tenaganya seperti terkuras saat mendapat orgasme.
Aku terus menggenjot, Teh Lilis munkin sudah 5 kali orgasme.
Dia minta waktu untuk istirahat dulu karena rasanya lemes banget dan mekinya
ngilu. Mata dia juga rasa ngantuk. Aku yang masih dalam posisi tanggung
mengabaikan permintaannya dan terus menggenjot sampai akhirnya aku sampai di
garis finish bersamaan dengan puncak Teh Lilis yang mungkin sudah ke sepuluh
kalinya.
“Aduh mampus deh gue kali ini dikerjai sama hasil pijatan gua
sendiri,” katanya dengan badan seolah tidak bertulang.
Air maniku meleleh di celah-celah mekinya membasahi sprei.
Sebenarnya spreinya sudah basah dan melebar dari tadi akibat cairan ejakulasi
Teh Lilis yang berhali-kali.
Aku juga merasa lelah, sehingga aku pun akhirnya tertidur
disampingnya. Kami tidur dalam keadaan bugil. Aku menarik selimut dan langsung
terlelap. Cukup lama kami tertidur, karena ketika terbangun di luar sudah
gelap. Jam tangan yang kuletakkan di meja menunjukkan jam 9 lewat. Berarti tadi
tidur sekitar 3 jam.
Perut terasa lapar, badan masih lelah sekali. Malas sekali
jika memikirkan aku harus pulang ke Jakarta. Aku putuskan besok saja aku
pulang. Malam ini aku ingin isirahat di hotel ini. Teh Lilis setuju menemani ku
malam ini, karena dia juga merasa malas pulang kerumah. Aku menelepon ke rumah
dengan alasan harus ke Bandung mendadak. Selepas itu Teh Lilis menelpon kerumah
juga. Dia berbicara dalam bahasa sunda. Aku sedikit-sedikit mengerti.
“Ngomong sama Hani ya, Teh,” tanyaku.
“Iya, si oom tadi jalan sama Hani Ya” tanya Teh Lilis.
“Kok teteh tau sih,” tanyaku.
“Ya iya lah, kan dia sendiri yang ngomong sama saya, tadi pun
dia nanya, bobo sama si oom ya,” kata Si Teteh.
Aku heran menemukan fenomena keterbukaan masalah sex pada
keluarga trTiosonal yang tidak tinggal di kota. Mereka satu sama lain begitu
terbuka, anak ngesek sama orang, ibunya tau sebaliknya juga gitu.
Aku keluar mencari orang hotel dan menanyakan kemungkinan
membeli makanan dari luar, karena di hotel tidak menjula makanan. Aku minta
dibelikan nasi ayam goreng sekaligus air minumnya untuk dua orang.
Kami makan dengan lahap karena memang sudah lapar berat.
Sehabis makan istirahat sejenak lalu mandi. Berdua kami mandi dan saling
membersihkan diri. Aku baru bisa jelas melihat sosok Teh Lilis. Teteknya memang
benar-benar besar, tingginya sekitar 155 cm. Bulu mekinya tidak terlalu lebat.
Akibat mandi berdua aku jadi kembali terangsang. Sehabis
mandi aku kembali “main” sampai habis-habisan. Teh Lilis benar-benar kewalahan
menghadapi keperkasaanku. Itu pun berkat terapi kejantanan yang diberikan. Aku
benar-benar puas dengan permainan Teh Lilis yang sangat mengasyikan. Wanita
setengah umur memiliki kelebihan kemampuan menservice pasangannya, sehingga
sangat memuaskan. Sikap dan responsnya meningkatkan gairah lawan main. Berbeda
jika bermain dengan ABG, mereka umumnya belum mampu mengimbangi permainan,
sehingga cenderung pasif dan dingin.
Aku hobby fotografi terutama mengoleksi foto-foto telanjang.
Teh Lilis dengan suka hati mau menjadi model untuk aku foto. Dia tidak
memperdulikan untuk apa aku membuat foto telanjang. Dia hanya mengikuti
arahanku. Waktunya cukup panjang, sehingga aku bisa membuat foto Teh Lilis
dengan berbagai gaya, serta close up dari alat-alat vitalnya.
Kami ngobrol berbagai macam topik. Sambil diriku dipijat.
Berdua dalam keadaan bugil. K0ntolku sudah loyo karena sudah banyak bertempur
hari ini. Sambil tidur telentang aku minikmati pijatan di bagian alat vitalku.
Bagian dalam pahaku di terapi. Rasanya bukan main pedih. Aku sebenarnya sudah
menyerah karena tidak tahan rasa sakitnya, tetapi Teh Lilis dengan sabar terus
melakukan pijatan. Dia mengurangi tekanan. Sehingga aku mampu menahan rasa
sakit. Namun lama-lama rasa sakit itu hilang bahkan pijatannya menurut Teh
Lilis sudah sangat kuat. Bagian itu kata dia adalah untuk melipatgandakan
kemampuan bertahan. Artinya kepekaan sekujur k0ntol berkurang sehingga aku
kelak mampu mengendalikan kapan akan mencapai orgasme dan bisa pula menundanya.
Akibat rasa sakit pijatan tadi k0ntol ku tetap loyo. Teh
Lilis berpindah melakukan pijatan di bawah kantong zakarku, dia mengurut-urut.
Perlahan-lahan k0ntolku mengeras. Aku merasa seolah-olah batang k0ntolku di
dorong untuk bertambah panjang. Meski otakku tidak merasa rangsangan, tetapi
k0ntolku sangat mengeras dan kelihatannya juga makin besar dan panjang. Aku
tidak tahu apakah pengelihatanku itu hanya sugesti saja, apa secara fisik
memang menjadi lebih berkembang.
Oom sekarang barangnya gak kalah sama anak umur 20 tahunan.
Dia bahkan menyebutkan bahwa barangku akan lebih mudah berdiri, lalu jika
setelah ejakulasi tidak langsung loyo, bahkan bisa nyambung keras lagi tanpa
harus loyo. Mungkin kekerasannya hanya berkurang sekitar 30 persen. Untuk
kekerasan 70 persen umumnya k0ntol masih mampu menerobos.
Teh Lilis tidak berani mencoba karena dia merasa sudah tidak
mampu menghadapi kekuatanku. Aku pun sebenarnya tidak begitu berminat “main”
lagi. Namun Teh Lilis membuka peluang untuk aku mentest hasil pijatannya itu,
dengan menyodorkan seorang perempuan. Dia menyebut namanya Hana. Usianyasekitar
24 tahun. Kata Teh Lilis orangnya baik dan cantik, dia masih ada hubungan
famili. Lalu dia mengatakan kalau aku berminat dia bisa suruh datang ke hotel.
Aku tentu tidak terlalu percaya begitu saja dengan trik marketingnya Teh Lilis,
tetapi setelah melihat foto yang ada di HP Teh Lilis, aku jadi penasaran.
Dia lalu mengirim sms dan lalu meneleponnya. Dari pembicaraan
yang aku dengar kelihatannya si Hana bisa datang. Dia akan datang dengan
menggunakan ojek. Ya maklum saja waktu sudah hampir jam 11 malam. Sekitar 30
menit kemudian pintu kamarku diketuk. Teh Lilis keluar memberi ongkos ke tukang
ojek.
Hana memang betul-betul cantik dan segar. Kulitnya putih,
suaranya renyah, bibirnya tipis, tetaknya tidak terlalu besar, tetapi
pinggulnya terlihat lebar. Kami bertiga ngobrol sambil duduk bersila di tempat
tidur. Hana mudah akrab, sehingga dia tidak terlihat canggung bertemu denganku
meskipun masih baru kenal.
“Pasti si oom abis di pijat sama si teteh ya,” ujar Hana.
Si Hana ternyata juga salah satu pasien Teh Lilis. Dia sering
dipijat untuk memperbaiki kelenturan mekinya.
“Oom gak rugi kenal ama Teh Lilis, dia jago banget mijetnya,
belum ada tandingan deh,” kata Hana.
Teh Lilis jengah kelihatannya dipuji-puji terus sama Hana.
Dia lalu memerintah Hana untuk bersih-bersih di kamar mandi. Aku dimintanya
berbaring dan langsung telanjang. Aku ikuti saja dan menunggu apa skenarionya.
Lampu digelapkan sehingga suasana kamar jadi remang-remang dan cenderung gelap.
Hana keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan kemben
handuk. Aku mengikuti gerak-geriknya. Dia agak meraba-raba di kegelapan untuk
menemukan tempat tidur. Aku yang berbaring berselimut teraba oleh nya. Dia lalu
membuka selimutku dan ikut masuk ke dalam selimutku dengan sebelumnya membuka
handuknya. Dia sudah tidak mengenakan apa-apa lagi.
Hana langsung menindih tubuhku dan menciumi tubuhku. Dijilati
leherku, lalu kedua putting susuku di hisap-hisap. Tangannya menggenggam
k0ntolku yang sudah tgegak sejak tadi . Dia sempat berkomentar, bahwa k0ntolku
kaya kayu kerasnya. Hana lalu turun dan melahap k0ntolku. Aku akui oralnya
lumayan jago. Aku sampai menggeliat-geliat merasakan nikmatnya di oral. Cukup
lama dia mengoralku, tetapi aku tidak terpancing sampai muncrat. Aku memang
bisa menahan diri dengan begitu kuat.
Setelah puas mengoral dia lalu merayap naik dan memasukkan
k0ntolku ke dalam lubang mekinya perlahan-lahan. Jepitan mekinya luar biasa
ketat. Aku rasa anak di bawah umur pun tidak seketat ini jepitannya. Rasanya
seluruh permukaan k0ntolku digeenggam kuat oleh daging di dalam vagina Hana.
Dia melakukan gerakan perlahan naik turun. K0ntolku serasa diurut-urut. Wah
luar biasa nikmatnya. Mungkin jika aku tidak diurut Teh Lilis, pertahananku
bakal jebol dalam sepuluh kali goyangan.
Namun Hana ternyata merasakan nikmat juga karena kekerasan
batangku yang demikian maksimal katanya seperti mengganjal vaginanya. Hana
bergerak sendiri sambil merintih-rintih. Aduh aku gak kuat oom, gak tahan oom,
katanya lalu menggelinjang-gelinjang hebat di atas tubuhku ketika mencapai
orgasmenya.
Hana ambruk dan terengah-engah di atas tubuhku. Sementara itu
aku belum merasa ingin orgasme. Dia beristirahat sejenak sampai nafasnya normal
kembali. Hana mencoba menggenjot kembali dia bergerak makin lama makin hot. Dia
memainkan gerakan yang aku rasakan di k0ntolku seperti diperas-peras. Gila
banget nikmatnya, aku memang sangat menikmati permainan dengan Hana luar biasa.
Promosi Teh Lilis yang menonton pertandingan kami sambil duduk di sofa, bukan
promosi kosong.
Sekitar 5 menit kemudian Hana sudah ambruk lagi
terengah-engah dengan orgasmenya yang hebat. Aku katakan hebat karena ketika
orgasmenya tiba dia menjerit, seperti orang disiksa. Aku jadi khawatir, nanti
dikira aku memperkosa, sehingga kutarik kepalanya lalu aku cium mulutnya.
Begitupun dia masih teriak di dalam mulutku.
“Aduh oom aku udah gak kuat rasanya enak banget sampai aku
lemes, tapi si Oom nya masih belum apa-apa, gantian dong oom aku yang dibawah,
“katanya.
Tanpa melepas k0ntolku dari vaginanya, aku mengubah posisi
menjadi Man On the Top (MOT). Aku hajar habis-habisan, Si Hana mengerang
seperti orang menangis. Mukanya kututup bantal agar suaranya tidak terdengar
sampai keluar. Di balik bantal itu malah dia makin keras mengerang-erang lalu
menjerit jika mencapai orgasmenya. Aku betul-betul perkasa dan bisa menikmati
permainan tanpa harus kehilangan kesempatan karena terputus ejakulasi.
Hana entah sudah berapa kali dia tersiksa dengan deraan
nikmat orgasme yang makin melemas kan badannya. Dia akhirnya minta aku
menyudahi permainan karena tidak kuat lagi dengan tekanan orgasme yang sangat
melelahkan. Aku pun sudah lelah melakukan gerakan push up. Aku hentikan
kegiatan ini meski k0ntolku masih keras menegang.
Rupanya Teh Lilis memperhatikan permainan kami yang makin
lama terlihat tidak seimbang . Entah kapan dia membugilkan diri, tetapi dia
sudah menindihku dan mulai menggenjot diriku. Aku pasrah saja di genjot Teh
Lilis. Dia pun akhirnya menyerah, tidak mampu meneruskan permainan sampai
membuat aku finish. Dia sudah 5 kali orgasme, tetapi pertahananku masih kokoh.
Teh Lilis tergeletak seperti orang pingsan di sisi kiriku. Di sisi kanan si Hana
sudah ngorok dari tadi.
Aku juga merasa ngantuk lalu, ikut tertidur. Ketiga dari kami
memang benar-benar kelelahan, sehingga baru terbangun jam 9 pagi. Di luar sudah
terang benderang sementara kami bertiga masih bugil di dalam selimut. Pagi itu
aku bangun dengan k0ntol yang keras, padahal aku jauh dari keinginan untuk
melakukan hubungan, meski di kiri kananku bugil dan menggairahkan. Ketiga kami
sepakat mandi bersama.
Tidak ada insiden berarti, karena aku khawatir badanku akan
lelah jika memaksa main satu ronde pagi ini . Kedua wanita itu juga gentar
menggodaku bergelut. Kami berkemas untuk chek out. Perut sudah menuntut untuk
diisi. Aku menyempatkan mampir di satu restoran yang terkenal dengan pepes
ayam. Entah masakannya yang nikmat atau karena aku lapar sekali, sehingga rasa
pepes ayam plus sambal dan lalap rasanya luar biasa enak. Kami berpisah dan
berjanji akan bertemu lagi. Tukar menukar nomor telepon sudah pasti.
