Pagi itu seperti biasa aku bangun lebih pagi dari mas Deni,
kusiapkan sarapan meski hanya beberapa lembar roti dan selai dan segelas kopi
hitam hangat sebelum ia berangkat kerja. Begitu ia selesai berpakian ia pun
sarapan dengan santai nya ditemani olehku. Sebelum tak lupa mas Deni mencium
keningku mesra diiringi senyumnya yg hangat dan pergi pagi-pagi sekali mengejar
kereta ke tempat ia bekerja.
Begitulah keseharian kami berdua. Sudah 3 tahun lamanya kami
menikah. Bermodal tabungan dan sedikit bantuan orangtua kamipun bisa angkat
kaki dari “Pondok Mertua Indah” dan mencicil rumah mungil di luar kota jakarta
sebagai tempat tinggal kami.
Sehari-hari aku bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga,
meskipun memang ironisnya aku belum pantas menyandang predikat “ibu”. Mungkin
memang belum rejeki, dan memang saatnya belum tepat bagi kami untuk memiliki
keturunan. Jadi sehari-hari aku mengisi waktu luangku dengan membereskan rumah
dan memasak. Komplek tempat tinggalku tergolong baru, dan banyak rumah belum
terisi jadi aku banyak melakukan aktivitas apapun itu untuk mengusir
kesepianku.
Sudah 5 hari ini aku memiliki aktivitas baru, yaitu mengawasi
pekerjaan tukang yg tengah memperluas bangunan rumahku. Kebetulan bulan lalu
mas Deni mendapat tambahan uang dari bonus akhir tahunnya. Uang tersebut lantas
kami tabung dan sisanya kamu pergunakan untuk membangun kanopi penutup garasi
di areal depan rumah kami.
“Selamat pagi bu..” Sapa sang mandor pak Ihksan dengan ramah.
“Oh pak Ihksan, silakan masuk pak” Ujarku dengan tak kalah
ramah.
Tepat pukul 9 pagi pak Ihksan dan anak buahnya memulai
pekerjaannya. Pekerjaan membangun kanopi tergolong mudah dan tak memakan banyak
tenaga, sehingga mampu dilakukan hanya dengan 2 orang saja. Pagi itu seperti
hari-hari sebelumnya pak Ihksan datang bersama Wawan atau biasa dipanggil Acong
keponakannya untuk membantu mengerjakan kanopi kami.
Pak Ihksan yg sudah berumur sekitar 40-an itu lebih kearah
me-mandori pekerjaan anak buahnya saja yg tenaganya lebih kuat. Sedangkan Wawan
keponakannya itu yg kira-kira berumur sekitar pertengahan 20-an, tak jauh beda
denganku, lebih banyak melakukan pekerjaan berat dibawah komando pak Ihksan.
“Silahkan pak diminum airnya” Sapaku ramah sambil membawakan
nampan berisi kopi dan air putih dan menaruhnya di teras.
“Oh iya makasih bu Santi..” Jawab pak Ihksan dengan sopan
sambil tersenyum sambil terus melanjutkan pekerjaannya.
Berbeda dengan pak Ihksan, Wawan tak banyak bicara. Ia lebih
banyak diam dan berkonsentrasi bekerja. Bahkan pada awalnya kukira ia memiliki
kelainan sangking ia tak pernah kudengar berbicara satu kali pun. Namun satu
hal yg membuatku agak risih dengan Wawan adalah bagaimana ia kerap
memperhatikanku. Seringkali ia menatapku dengan tajam, yg membuatku jadi agak
salah tingkah apabila bertemu mata dengannya.. Hal itulah yg kadang membuatku
tak ingin lama-lama di luar, padahal kapan lagi aku punya teman mengobrol meski
hanya sebatas pak Ihksan.
Dan saat itu sama seperti hari-hari sebelumnya, kali ini pun
Wawan menatapku dengan seksama. Ia memandangiku lekat-lekat dari ujung rambut
hingga ujung kaki sembari menggergaji rangka kanopi di teras rumah. Harus
kuakui, Wawan memiliki aura misterius yg membuatku penasaran. Entah karena
sikapnya yg begitu pendiam, atau karena alasan lain. Bukan sekali dua kali ia
memergokiku dengan cepat ketika aku tengah diam-diam memperhatikannya. Dengan
cepat menoleh dan membalas tatapan mataku seakan tahu bahwa aku sedang
mengamatinya.
Akan tetapi ada satu hal yg mengusik rasa penasaranku. Meski
selalu bekerja tanpa menggunakan baju, Wawan tak pernah melepaskan Kalung hitam
yg melingkar di lehernya. Kalung wasiat itu seperti terbuat dari kulit dengan
bandul berbentuk persegi berwarna hitam juga yg mengingatkanku pada aksesoris
yg sering dipakai di sinetron laga di televisi. Ada satu hal lagi yg membuatku
janggal, yaitu ia kerap kali mengusap-usap atau memain-mainkan kalung yg
terlingkar di lehernya tersebut sembari ia berbisik-bisik seperti berdzikir.
Tak jarang ia memandangiku lekat-lekat sembari melakukan kebiasan anehnya
tersebut yg membuatku makin risih saja.
Entah sejak kapan dimulainya, tapi akhir-akhir ini aku kerap
mendapat mimpi aneh. Sebuah mimpi samar dimana aku didatangi sesosok pria tanpa
busana. Aku tak dapat mengingat jelas bagaimana wajah pria tersebut kecuali
badannya yg tegap berotot. Tanpa basa-basi si pria dalam mimpiku tersebut
mendekapku dan mulai merengkuh tubuhku. Kemudian entah bagaimana ceritanya, si
pria tersebut mulai menggauliku. Ia dengan beringas menyetubuhiku hingga
akhirnya akupun terbangun di tengah-tengah mimpi aneh/buruk tersebut dengan
bercucuran keringat.
Yg membuatnya makin aneh adalah aku terus mendapat mimpi
tersebut terus menerus selama beberapa setelahnya. Dan seperti biasa, didalam
mimpi tersebut sang pria tiba-tiba datang dan kemudian menyetubuhiku. Satu hal
yg menjadi kesamaan di setiap mimpi adalah sebelum menggauliku, sosok misterius
itu selalu memaksaku untuk mengoral kemaluannya, yg anehnya dalam mimpi itu
selalu kulayani dengan senang hati.
Meski aku tak bisa ingat bagaimana perawakan si sosok yg
kerap datang di mimpiku itu, uniknya aku bisa ingat betul bagaimana bentuk
kemaluan si pria itu. Aku dapat merasakan bagaimana baunya, teksturnya ketika
aku mengulumnya dalam mulutku. Bahkan aku bisa mengingat rasanya di kemaluanku.
Aku jadi seperti dibuat mimpi basah tiap malam, dan terbangun dengan cairan
kemaluan yg menetes-netes di celana dalamku.
Dan begitulah selama beberapa hari berturut-turut, aku
terbangun dari mimpi buruk tersebut dengan keringat yg mengucur deras. Namun
tetap saja aku tak bisa mengingat wajahnya seperti apa. Hingga pada suatu saat
aku tengah duduk di teras, memperhatikan pekerjaan pak Ihksan dan Wawan. Tanpa
sadar aku tengah mengamati Wawan lekat-lekat. Kuperhatikan badannya yg berotot,
berkilat keringat diterpa matahari, kulitnya yg gelap namun bersih.. dan akupun
tercekat ketika Wawan balik memandangku, seakan mengetahui bahwa ia tengah
diamati.
Akupun segera masuk kedalam rumah dan menenggak air putih
dengan nafas terengah-engah. Mungkinkah aku memimpikan Wawan selama ini?
Semakin hari aku semakin tak bisa melupakan mimpi-mimpiku di
malam hari tersebut. Kadang aku merasa bingung menemukan diriku tengah melamun
membaygkan mimpiku tersebut. Akupun tak mengerti kenapa aku jadi sering
mengingat-ingat mimpi erotis itu, dan membaygkan bilaman si pria yg datang itu
adalah Wawan. Akupun terus berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran aneh
tersebut dan berusaha untuk tdk memikirkannya sama sekali dan membuangnya
jauh-jauh.
Suatu ketika di minggu ke dua, aku tengah mempersiapkan kopi
dan air putih bagi pak Ihksan dan Wawan. Hari itu aku malas sekali untuk mandi
pagi, dan tetap menggunakan gaun tidurku semalam yg dilapis oleh cardigan tipis
sewarna dengan gaun tidurku itu. Aku terkaget ketika melihat Wawan datang
sendiri tanpa didampingi pak Ihksan.
“Eng.. pak Ihksan kemana?” Tanyaku dengan canggung.
“……..Pak Ihksan sakit. Istirahat dirumah.” Jawab Wawan
pendek. Kupikir-pikir baru kali ini aku mendengar suaranya dan bertanya langsung
kepadanya.
“Ooh.. Saya taruh disini ya minumnya..” Ujarku pelan sembari
menaruh nampan. Entah kenapa suaranya yg berat membuatku jadi sedikit ciut.
Wawan tak menjawab dan langsung menaruh peralatan yg
dibawanya. Dengan santai ia melepas bajunya dan menggantungnya di pagarku. Aku
terdiam. Entah kali ini aku begitu berhasrat untuk memandangi badannya
lama-lama. Kupandangi badannya yg mulai berkeringat mengaduk semen,
berkilat-kilat. Entah bagaimana reaksi mas Deni apabila memergokiku tengah
melamun memelototi pria lain seperti ini. Yg jelas saat itu aku sama sekali
lupa dengan mas Deni, benar-benar lupa.
Lamunanku tersadar ketika lagi-lagi Wawan memergokiku
tertangkap basah memandanginya. Dengan wajah bersemu akupun segera masuk tanpa
banyak bicara. Didalam rumah aku mengatur napas, aku tak habis pikir bisa
berbuat sebodoh itu. Beberapa waktu berselang aku memutuskan untuk menonton tv
saja. Namun lagi-lagi aku tak bisa berkonsentrasi dan pikiranku melayg
membaygkan mimpi-mimpi erotis yg kualami.
Sebuah ketukan pelan membuyarkan fantasiku. Akupun terlonjak
duduk dari lamunanku. Kucoba untuk meredakan debaran jantungku yg sedari tadi
berdegup kencang melamunkan mimpi tak senonoh tersebut. Akupun segera berjalan
keluar dan membuka pintu.
“Permisi bu. Hujan, saya berhenti dulu.” Ujar Wawan pendek.
Aku seperti orang bodoh hanya berdiri didepan pintu dengan
mata terbelalak dan mulut menganga. Tak menygka Wawan berada di depan pintu
berdiri sedekat itu denganku.
“I-iya mas, silakan saja.” Ujarku cepat.
Kulihat tubuhnya basah kuyup diguyur hujan. Ternyata aku tak
menyadari turun hujan sangking asiknya melamun tadi. Akupun balik badan dan
meninggalkan Wawan yg berdiri mematung di teras memandangi hujan lebat yg
mengguyur teras rumah. Rupanya ia tadi sempat memindahkan rangka-rangka kanopi
terlebih dahulu sehingga badannya basah kuyup kehujanan. Kupikir-pikir kasihan
juga kalau ia kedinginan seperti itu, bisa-bisa ia sakit juga dan malah
pekerjaan rumahku jadi terbengkalai.
“…. Eng, silakan mas kalau mau bersih-bersih di kamar
mandi..” Ujarku canggung sambil tertunduk membuka pintu sedikit
mempersilahkannya masuk.
Sementara Wawan balas memandangiku sejenak, kemudian berjalan
mengikutiku masuk kedalam rumah. Segera setelah memberikannya handuk akupun
berlari kedalam kamar dan berdiam diri.
“Duh, kenapa jadi deg-degan begini sih?!” Umpatku dalam hati.
Aku terduduk di atas kasur, kemudian merebahkan diriku dengan
kedua kakiku menjuntai kebawah. Aku memejamkan mata berusaha meredakan debaran
jantungku. Pikiranku melayg tak terkendali, membaygkan tubuh kekar Wawan yg
tengah diguyur shower di dalam kamar mandiku, membaygkan bulir-bulir air jatuh
ke sela-sela tubuhnya. Aku menghela napas panjang, tak mengerti dengan
pikiranku sendiri.
Tanpa kusadari Wawan ternyata telah selesai membersihkan
tubuhnya. Ia berjalan pelan keluar kamar mandi dan memandang masuk kedalam
kamar. Posisi kamar mandi tersebut berseberangan dengan kamar tidurku, jadi
siapapun yg keluar dari kamar mandi dapat dengan mudah melongok kedalam kamar
tidurku apabila pintunya terbuka. Dan sialnya kala itu aku lupa menutup pintu
kamar tidurku, sehingga Wawan dapat langsung melihatku yg tengah merebahkan
diri diatas kasur begitu ia keluar dari kamar mandi.
“Saya sudah selesai, bu.” Ujar Wawan pendek.
Aku terlonjak kaget dan terduduk. Suara tersebut sangat
dekat. Dan benar saja, Wawan berada di ambang pintu kamar tidurku. Aku terdiam
mematung menunduk kebawah menghindari sorotan matanya. Entah sejak kapan ia
berdiri disana. Mungkinkah sedari tadi ia memandangiku yg sedang merebahkan
diri di kasur?. Yg paling mencengangkan adalah tiba-tiba dengan perlahan Wawan
melangkah masuk kedalam kamarku, dan merapatkan pintu dibelakangnya.
Aku tercekat diam seribu bahasa. Otaku berusaha mencerna apa
yg tengah dilakukan Wawan, dan memikirkan bagaimana ia berani-beraninya punya
nyali masuk kedalam kamarku. Nyaliku makin ciut tiap kali Wawan melangkah
mendekat, perlahan ia mempersempit jarak antara kami berdua. Badanku lemas,
antara panik, takut dan terkesima. Terkesima oleh tubuh telanjangnya yg menawan
yg kala itu hanya terlilit selembar handuk putih diatas lututnya. Wawan
memandangiku lekat-lekat tanpa kata-kata.
Sementara aku makin tertunduk ketakutan dan panik diterpa
sorotan matanya yg tajam.
Jantungku berdegup kencang ketika kurasakan sentuhan lembut
Wawan di ujung-ujung rambutku. Benarkah itu tangannya? Apa ini hanya Khayalanku
belaka?. Sementara itu aku masih tak berani mendongak dan memastikannya. Entah
kenapa tak terbesit untuk mengusirnya. Kenekatan Wawan kala itu menciutkan nyaliku.
Sementara itu jantungku tak berhenti berdetak kencang tak
terkendali tiap punggung jemari mengusap lembut rambut pendek terurai ku.
Diusapnya lembut dari pangkal ke ujung rambutku yg tergerai di sisi wajahku.
Aku tak mampu melawan dan hanya bisa mematung. Ingin rasanya aku melawan, namun
anehnya aku tak mampu. Jangankan berontak, mengangkat wajah melawan tatapannya
pun aku tak sanggup.
Hingga akhirnya dengan segenap kekuatanku, aku berhasil
berontak dan menepis tangannya dari wajahku. Kutampar tangannya hingga melayg,
dan dengan serta merta kudorong badannya dengan kedua tanganku dengan niatan
mengusirnya keluar dari kamarku.
“Egghh! Keluar kamu!!”
Namun badanku yg jauh lebih mungil darinya tentu tak
membuatnya bergeming sedikitpun. Malah berbalik aku yg terjengkang kebelakang
dan jatuh berlutut di lantai. Saat itulah tiba-tiba Wawan menggenggam pinggir
handuknya, dan meloloskan handuknya turun hingga jatuh ke lantai. Posisi ku yg
berlutut di hadapannya otomatis langsung berhadapan dengan bagian tubuh
bawahnya, sejajar dengan pinggangnya. Kini Wawan telanjang bulat di depanku
tanpa sehelai benangpun kecuali kalung wasiat yg melingkar di lehernya.
Dan di saat itu lah semuanya menjadi makin tak terkendali.
Sesaat kemudian aku kembali terdiam mematung berlutut, antara kaget dan
terpana. K0ntol Wawan yg setengah keras itu tepat berhadapan satu jengkal
jauhnya dari wajahku. Otakku langsung bereaksi mengusik alam bawah sadarku,
mengulang lagi memori mimpi-mimpi yg kualami beberapa malam ini. Bentuk k0ntol
yg berada di depanku ini benar-benar familiar. Ya, ini adalah k0ntol si sosok
misterius yg kerap menghantui malamku. Aku memang tak pernah ingat dengan
sosoknya, namun aku hapal betul dengan k0ntol itu. Ternyata memang benar, tak
lain dan tak bukan k0ntol itu adalah k0ntol Wawan sendiri.
Seperti dirundung rasa haru dan rindu karena akhirnya bisa
melihatnya langsung, kuperhatikan dengan seksama k0ntol Wawan yg tepat menodong
wajahku itu. Bagaimana tiap-tiap guratan di batang k0ntolnya, kantung zakarnya,
urat-urat di sekliling batagnya, kepala k0ntolnya yg sedikit lonjong berkilat,
bahkan bentuk rambut kemaluannya memang benar sangat kuhapal.
Bak tengah melihat ular kobra yg siap mematuk, kupandangi
k0ntolnya yg gagah menantang. Kuakui panjangnya mungkin hanya selisih lebih
panjang 2-3CM dari milik mas Deni. Mungkin karena ukuran kepala k0ntolnya yg
berbeda dan sedikit lebih besar. Tapi yg paling kentara adalah diameternya.
Meski juga barangkali hanya berselisih 2-3CM diameternya dari milik mas Deni,
tapi yg jelas membuatnya jadi terlihat lebih tebal dan gendut. Aku jadi menelan
ludah grogi ketika teringat bagimana rasa k0ntol itu di mulutku dan di
kemaluanku di dalam mimpiku.
Dan kemudian tanpa berkata-kata, Wawan kembali mengelus
wajahku lembut dengan tanganya. Sementara itu ia perlahan memajukan pinggangnya
kian mendekat, mengecilkan jarak antara wajahku dan kemaluannya. Namun kali ini
aku tak lagi panik atau berontak, aku malah merasa tenang bahkan
menunggu-nunggu. Hingga akhirnya aku bisa menghirup aroma kemaluannya yg
bercampur sabun merasuk kedalam hidungku. Secara naluriah aku memejamkan mata
menikmati baunya yg khas. Mataku perlahan terpejam syahdu seiring Wawan
mendekatkan k0ntolnya.
“Ach…”
Aku terpekik kecil ketika pipi halusku bersinggungan dengan
hangatnya kulit batang k0ntol Wawan. Teksturnya yg tak rata begitu terasa di
pipi kananku. Masih dengan mata terpejam kubiarkan k0ntol Wawan menjelajahi
wajahku. Mulai dari pipi, kemudian beralih ke hidungku hingga daguku bisa
merasakan kantung zakarnya di daguku. Tangan Wawan yg tadinya hanya mengelus
pipiku, kini beralih memegangi belakang kepalaku. Otomatis bibirku jadi
mengecup pangkal kemaluan Wawan.
“Hhhmm…”
Wawan mendengus pelan. Diarahkannya lagi kepalaku hingga kini
bibirku mengecup naik ke batang kemaluannya, dan kemudian mengecup kepala
k0ntolnya lembut. Dan akupun seperti mengerti akan keinginan Wawan, kugerakkan
bibirku mencumbui lubang urine nya yg terasa sedikit basah dan asin.
“Mmhcch.. Mmmhcccup.. Cuppphmm.. Cupphhmmmmm…”
Dengan jinaknya kutimpali dengan kecupan mesra gerakan kepala
k0ntol Wawan yg berputar di sekeliling bibirku. Perlahan namun pasti Wawan
menggerakan k0ntolnya maju, membuka bibirku yg tertutup rapat. Kini tanpa harus
banyak menggerakan tangannya, kepalaku secara otomatis bergerak pelan mencumbui
k0ntolnya hingga masuk sedikit demi sedikit.
Bibirku kini sedikit menganga, berganti dari menciumi menjadi
mengulum kecil meski baru sebatas kepala k0ntolnya saja.
Kunikmati dan kukecap mesra rasa k0ntol Wawan di mulutku. Aku
tak pernah mengoral k0ntol siapapun sebelumnya, bahkan k0ntol mas Deni
sekalipun. Pengalaman oralku hanya dari mimpi mimpi yg kualami saja. Namun kini
dengan giatnya aku mengisapi batang kemaluan Wawan kian dalam hingga kini sudah
setengah batangnya masuk kedalam mulutku.
Wawan pun kian bersemangat dan mulai menggerakkan pinggulnya
lebih kencang. Kini aku hanya diam dan pasif saja melebarkan mulutku membiarkan
kontol tebal Wawan mengawini mulutku. Kepalaku kini bersandar di pinggir kasur
menahan sodokan k0ntol Wawan keluar masuk di mulutku. Wawan pun mulai agak
sedikit beringas. Dipeganginya kuat-kuat kedua sisi wajahku sambil sesekali ia
menjejalkan k0ntolnya hingga ke kerongkonganku. Aku terbatuk-batuk mual akibat
ulahnya, namun tetap saja aku memasrahkan diriku sepasrah-pasrahnya.
“Uuggghhhhh…”
Wawan pun menggeram ketika ia membenamkan k0ntolnya dalam
dalam kedalam mulutku. Barulah aku tahu besarnya beda 2-3CM tersebut. Dadaku
terasa sesak, oksigen tertahan di kerongkonganku akibat k0ntol Wawan yg
terbenam dalam. Aku tercekik hingga tak terasa wajahku merah padam dan air
mataku mengalir dari sisi sisi mataku yg masih terpejam. Terasa ujung k0ntol Wawan menyentuh sisi terdalam kerongonganku.
“OHOK.. OHOK.. OHOKKK..!!!”
Aku terbatuk-batuk ketika oksigen kembali masuk ke
paru-paruku. Kumuntahkan sedikit lendir lengket kerongonganku hingga jatuh
membasahi gaun malamku. Nampak k0ntol Wawan berkilat basah oleh ludahku ketika
ia mencabutnya dari dalam mulutku. Tersisa jalinan bening lendir ludahku tadi
yg masih tertaut di sisi bibirku dan kepala k0ntolnya. Rasanya lama sekali tadi
ia men- deep throat ku, mungkin 30 detik, mungkin 1 menit aku tak tahu. Tapi
entah bagaimana aku tak marah malahan begitu puas bisa mengoral k0ntolnya
seperti itu.
Wawan dengan lembut menyeka sisa sisa ludah di bibirku.
Dengan perlahan ia mambantuku berdiri yg masih agak lemas tadi. Namun kemudian
dengan cepat Wawan mendorong tubuhku hingga aku jatuh terbaring di atas kasur.
Dengan sedikit berdebar-debar aku memperhatikan Wawan yg masih berdiri di sisi
kasur. Dengan perlahan diangkatnya kedua kakiku keatas kasur. Diusapnya lembut
telapak kakiku, dan dimainkannya sebentar gelang kaki yg terikat di pergelangan
kananku. Tanpa basa-basi kemudian Wawan mencium telapal kakiku gemas.
Dikecupnya jemari kaki mungilku dan diisapnya kuat-kuat.
“Emggghhh..!”
Serta merta badanku menggeliat karena sensasi geli yg
ditimbulkannya. Kemudian seperti macan yg mendekati mangsanya, Wawan ikut naik
keatas kasur dan merangkak diatas tubuhku. Telapaknya yg kasar meraba
pergelangan kakiku dan naik hingga ke lututku. Badanku kini merinding
sejadi-jadinya. Apalagi kini tangannya sudah naik lagi menyusuri pahaku dan
bahkan sudah tiba di tepian celana dalamku. Kontan aku merapatkan pahaku malu
barangkali ia hendak melucuti celana dalamku. Namun aku dikejutkan oleh
gerakannya yg sangat mendadak, ketimbang menurunkan cd ku ia malah menjambak
ujung gaun tidurku dan menyingkapnya keatas.
Aku menggeliat kecil menahan wajahku yg merah padam ketika
Wawan berhasil menyingkap gaunku hingga ke atas dadaku. Terpampanglah sudah
kedua payudaraku di hadapannya. Aku yg memang kala itu tak mengenakan bra, kini
harus merelakan kedua gunung kembarku menjadi tontonannya. Yg membuatku makin
malu adalah kedua puting sususku ternyata sudah mencuat keras, tanda bahwa aku
memang juga senang diperlakukan seperti itu olehnya.
Wawan menatapi nanar dadaku. Kuakui memang payudaraku tak
terlalu besar (hanya 32B), tapi bentuknya yg bulat padat serta kedua puting
susuku yg sedikit panjang berwarna kemerahan pastilah tetap membuat Wawan
dahaga. Benar saja, tanpa banyak bicara Wawan segera melahap dada kiriku hingga
habis.
“Aaaauuhhh..!!”
Aku mendesah geli sembari membungkam bibiku ketika Wawan menyedot
payudaraku kuat-kuat. Tak hanya dilahapnya dadaku, namun juga dengan lidahnya
ia menjawil-jawil puting susuku dalam mulutnya seperti hewan yg kelaparan.
“Aaahmmm…sslrrrpp.. Nyaammhhh…ccttttt..”
Hingga berdecit-decit bibirnya menetek di payudaraku. Payudaraku
yg sebelahnya juga ikut dimainkannya menggunakan tangannya. Kasar memang, tapi
terasa begitu nikmat menurutku. Puting susuku berganti-ganti digelitkinya,
ditariknya, dipuntirnya, ditariknya kuat-kuat hingga makin memanjang, bahkan
disentil-sentilnya hingga terasa agak ngilu.
Puas menetek kanan dan kiri, Wawan menyudahi permainannya.
Tak hanya dia, akupun jadi terengah-engah dibuatnya. Setelah nafasnya terkumpul
kembali, Wawan kini beranjak turun menciumi perut dan pusarku. Aku hanya bisa
tengadah kegelian dan sesekali melirik kebawah mencari tahu perbuatannya.
“Aakh!!”
Kembali aku tersentak kaget ketika tangan Wawan mengusapi
paha dalamku dan kemudian berganti mengusapi selangkanganku. Percuma saja
kuapit pahaku erat-erat, karena Wawan pun sudah menyadari ada sesuatu di celana
dalamku. Dengan bertenaga disentaknya kedua pahaku hingga terkangkang. Kembali
kualihkan wajahku menahan malu kala Wawan menemukan noda basah memanjang di
muka celana dalamku. Noda basah vertikal itu tercetak di sepanjang garis khayal
bibir kemaluanku. Dengan lembut, Wawan mencolek noda basah tersebut yg tak
pelak ikut mencolek kemaluanku dari luar.
“Aungghhhh…”
Aku meringis dan kembali membungkam bibirku tatkala kurasakan
aliran listrik yg memecut tubuhku saat Wawan mencolek celana dalamku. Melihat
reaksiku Wawan makin menggencarkan gerakan telunjukku. Kini diusap dan
digosok-gosokkannya makin cepat telunjuknya, seakan memancinf cd aku agar lebih
basah lagi. Aku hanya bisa menggeliat dan mendesah terbata-bata berjinjit
diatas kasur akibat rasa enak yg ditimbulkannya.
Badanku makin menggeliat liar ketika akhirnya telunjuk Wawan
berhasil masuk menelusup dari sela-sela celana dalamku. Kugigit bibirku
kuat-kuat ketika akhirnya kurasakan secara langsung telunjuk Wawan di bibir
kemaluanku. Telunjuknya mengusapi bibir kemaluanku naik turun dari sudut atas
hingga kebawah berulang kali. Dinikmatinya telunjuknya yg kini jadi basah
berminyak oleh memekku. Yg membuatku makin lupa daratan yaitu ketika Wawan
menggelitiki sudut atas bibir memekku. Dengan tepat ia menemukan tonjolan kecil
yg tersembunyi itu dan diutak-utiknya dengan cepat. Kontan saja badanku makin
menggeliat bak cacing kepanasan.
“Heemmmff..heeemmmgfffff….”
Aku mendesah berat ketika klentitku dirangsang oleh ujung
telunjuknya. Ia tahu betul aku benar-benar menikmatinya hingga ia kini hanya
berfokus memainkan klentitku saja. Badanku melayg layg keasyikan ketika Wawan
memutuskan meloloskan cd ku, dan kemudian dengan cepat mengganti telunjuknya
dengan ujung lidahnya. Lidahnya yg basah yg hangat, serta Teksturnya yg khas
makin menambah keasyikan yg kurasakan.
Kini berganti giliran Wawan yg mengoral diriku. Aku baru kali
merasakan rangsangan foreplay yg begini nikmatnya, nyaris menyamai nikmat
hubungan seks yg kulakukan dengan mas Deni. Mas Deni tak pernah merangsangku
sedemikian binal dan kotor. Kemana saja aku selama ini? Baru kali aku begitu
puas dan tak ingin sudah dipermainkan seperti ini. Wawan dengan semangat
mencumbu memekku. Bibirnya dan lidahnya men- French kiss kemaluanku tanpa ragu.
Baru kali inilah kurasakan memekku sebecel ini.
Tak hanya dari cairan pelumasku saja, tapi juga dari ludah
Wawan yg mencumbu kemaluanku Posisiku yg kini nampak seperti katak yg siap
dibedah, mengangkang selebar-lebarnya membiarkan Wawan terus melakukan
perbuatan bejatnya kepadaku. Mataku terpejam-pejam sangking begitu nikmatnya
rangsangan Wawan. Namun tepat saat dimana tinggal sedikit lagi aku mencapai
puncak kenikmatan, Wawan menyudahi oralnya. Entah karena lelah, atau memang ia
sengaja. Yg pasti aku langsung dongkol dan merasa kesal. Ingin rasanya aku
berteriak dan merengek-rengek kepadanya minta diteruskan lagi, namun aku malu.
Aku hanya bisa melirik Wawan dengan pandangan bertanya-tanya dan sedikit
melirik memohon.
Wawan nampaknya memang tahu jelas aku sudah mempasrahkan
diriku sepenuhnya padanya. Dengan perlahan ia mensejajarkan dirinya diatasku.
Tanpa ingat malu kurengkuh leher Wawan dan kuciumi gemas bibirnya. Biarlah ia berpikir
aku pelacur atau binal, yg penting aku ingin sekali dituntaskan birahiku saat
ini juga. Wawan pun untungnya diam dan hanya membalas cumbuanku tanpa berkata
apa-apa. Kuciumi bibirnya mesra seakan merayunya lagi untung melanjutkan
pencabulannya terhadapku. Wawan ternyata diam-diam sudah mempersiapkan diri.
Tanpa kusadari Wawan sudah mengarahkan moncong k0ntolnya
tepar di depan bibir memekku. Mataku membelalak berbinar ketika kurasakan
kepala k0ntolnya mencocol lembut lubang kemaluanku. Dengan berdebar-debar tak
sabaran, segera kuposisikan lagi kedua kakiku mengangkang bersiap menyambut
k0ntol yg amat kurindukan itu.
Wawan tak terlalu buru-buru mempenetrasi diriku, hingga aku
jadi kegatalan sendiri dibuatnya. Pertama-tama Wawan menggesek-gesekkan batang
k0ntolnya dahulu, melumurinya dengan cairan pelumasku. Lalu dengan lembut
digosoknya pula kelentitku dengan moncong k0ntolnya, yg membuat badanku
ngilu-ngilu sedap. Sembari terus kucumbui lehernya dan dagunya, kadang kala
sengaja kuangkat dan kumajukan pinggulku agar cepat-cepar Wawan memasukkan
batang jantannya meski terus meleset.
Akhirnya disaat birahiku sudah tak terbensung lagi di
ubun-ubunku, saat itulah Wawan membidik lubang kemaluanku. Perlahan namun pasti
kepala k0ntol Wawan mulai terbenam masuk di rongga memekku. Dengan mendesah
tertahan, kunikmati segenap batang Wawan yg berjejal masuk di lubang yg selama
ini hanya boleh dimasuki oleh maa Deni.
“Ooooouugghhhhhh…nggg..oohhhhhhh…”
Kurasakan bagaimana sedapnya otot dinding kemaluanku yg
dipaksa merenggang lebih dari biasanya. Diameter k0ntol Wawan yg mengungguli
punya mas Deni memaksa memekku beradaptasi lagi. Meski licin dan sudah amat
basah, tetap saja terasa bagaimana sesak dan sempitnya memekku melawan k0ntol
gendut Wawan. Wawan dengan lihainya menarik mundur batang k0ntolnya, kemudian
menggenjot lebih dalam lagi dari sebelumnya. Terus perlahan seperti itu hingga
akhirnya bermenit-menit kemudian kedua pangkal kemaluan kami bertemu. Wawan
menggeram puas merasakan k0ntolnya yg terbenam dalam di rahimku. Begitu pula
aku yg menemukan sensasi kenikmatan mampu menelan habis k0ntol Wawan yg
notabene jauh lebih dahsyat yg biasanya kurasakan.
Kami berdua lalu terdiam sejenak menikmati pertautan kemaluan
kami. Terasa ada chemistry diantara kami lantaran kedua kemaluan kami terasa
begitu pas satu sama sama lain. Biasanya milik mas Deni tak pernah bisa se-pas
ini. Namun kini k0ntol Wawan menyatu dengan sempurna dengan memekku. K0ntolnya
mampu meraih sudut-sudut rongga terdalam yg tak pernah dicapai mas Deni sebelumnya.
Begitu pula besarnya, baru ini aku merasakan memekku penuh sesak dijejali
k0ntol sedemikian gendut. Meskipun agak ngilu kurasa, namun tak bisa kupungkiri
aku benar-benar menyukai otot memekku merenggang lebar seperti ini.
Bermenit-menit kemudian kami masij saja diam saling menikmati
kedutan dan remasan kemaluan satu sama lain. Kami saling berpandangan mesra
sembari berciuman lembut. Hingga akhirnya Wawan berinisiatif menggenjot
pinggulnya perlahan.
“PLOK!”
“Ouuwwwwhhh..mmsssssshhh”
Sekali tamparan cepat bunyi kemaluan kami beradu. Wawan
dengan sangat pelan menarik mundur k0ntolnya keluar. Aku dapat merasakan
bagaimana rongga memekku seakan ikut tertarik keluar kala ia mengambil ancang
ancang mundur. Dan kemudian dengan cepat Wawan mendesak maju menghantam memekku
hingga mentok lagi seluruhnya.
Ranjang pernikahanku dan mas Deni kini berderit-derit
kencang. Nampak bagaimana tubuh Wawan yg berkilat seksi oleh keringat bergerak
berirama diatasku. Dari belakang aku nampak tenggelam dibawah badan Wawan. Yg
terlihat mungkin hanya punggung Wawan saja, dan juga hanya ada dua buah tangan
yg mencengkram tengkuk serta mencakar punggungnya gemas. Juga sepasang kaki yg
melilit pinggul Wawan erat-erat sembari merenggangakan dan menjinjitkan
jari-jari kaki mungilnya bak seorang balerina.
“Ouggh.. Ugghh.. Uuuuuhmmmm…”
Wawan menggeram ketika menyudahi genjotannya setelah temponya
menurun. Aku hanya bisa terengah-engah dengan ekspresi sakau dibawah tubuh
Wawan. Wawan menoleh sekilas ke arah lemari di seberang ranjang, dan kemudian
ia punseperti mendapatkan ide. Ia pun memutar tubuhku hingga aku berbaring
kesamping. Kemudian diputarnya badanku dengan mudahnya (karena memang badanku
jauh lebih kecil darinya) sehingga kini aku berposisi merangkak di depannya.
Semua dilakukanya tanpa mencabut k0ntolnya dari memekku.
Lantas ia menggeser tubuhku hingga kini kami berdua berhadapan dengan cermin di
pintu lemari tersebut. Kini aku berpegangan di pinggir kasur sementara Wawan
mulai memacu lagi kuda poninya.
“Aaaawwwwh… Aaaaaaahhhh… Aaaaaaaaaaaaahhh…!”
Kini tanpa lagi malu-malu aku mulai berteriak
sekencang-kencangnya. Aku menjerit-jerit bak orang disiksa. Tentunya aku tengah
disiksa kenikmatan oleh Wawan saat ini. Entah kenapa dengan menghadap cermin
seperti itu naluri binalku muncul perlahan. Aku seperti tak mengenal sosok
wanita yg tengah asyik menjerit-jerit didalam cermin itu. Benarkah itu santi?
Istri dari Deni? Akupun tak percaya bahwa itu adalah diriku. Wanita didalam
cermin itu tengah asyik mengaduh dan mendesah membiarkan dirinya dinikmati oleh
tukang bangunan yg hina. Ya, mungkin wanita di cermin itu juga wanita hina.
Hina karena membiarkan dirinya menikmati kenikmatan terlarang dan mengkhianati
suaminya.
“Aaaghhh terusss.. Terus mas Wawaniiii.. Terussssssss”
Akupun mulai berani membuka mulut dan memanggil-manggil
Wawan. Wawan dengan beringasnya menjambak rambutku dan mencengkram pundakku
dari belakang, agar hentakannya bisa lebih kuat lagi. Wawan pun mencondongkan
badannya dan berbisik tak kalah binal dariku.
“Iyaaa mas Wawan.. Aaauwwwwh… Hajar terus masss hajar
masss..”
“Hmmmggg..rrrr…kamu suka kan?!”
“Iya masss… Santi suka masss.. Suka banget maaaasssh..
Aaaauuggghh”
“Hmmmgghhh.. Aku kuat khan? Ugfhh.. Uffghh.. Ga kaya suami
kamu loyo.. Uffghh”
“He eh mass.. Enakk masss.. Santi seneng massss.. Auuuuhh!!
“Pilih mana.. Uffgh.. Aku apa suami.. Ufgh.. Kamu??”
“Aaaasgghh… Santi sama mas Wawan ajaaa… Aaahhh santi nikmatt
sama aauhh.. Mas Wawaniiii…!”
“Mulai sekarang.. Nffhhh…kamu jadi..ssshhm..istriku aja yah..
Uufgghh…”
“Mhmhhh.. Iyah iyah mass.. Santi mau jadi istri mas Wan..
Awwugh.. Mas Wawanii…!!”
“Gghrrrr.. Bagusss… Tak hamilin yaah?? Mau?? Uffgh..”
“Iya mas Wawaaannnn.. Hamilin santi masshhh.. Hamilin masss..
Semprotin aauwwwhh yg.. Banyak massss.. Ighhh..aaahhhh…”
“Uggfhhg nih.. Nih… Mmmggaaaaaaaaahhh!!!!”
Wawan kemudian menghentakkan dalam-dalam k0ntolnya dan
menyemburkan benihnya kedalam rahimku. Tentu saja kusambut semburannya dengan
orgasme ku yg talah kalah dahsyat. Kami berdua sama-sama kejang menikmati
klimaks terindah yg pernah kami alami ini. Hingga kemudian tubuh kami berdua
rubuh diatas kasur. Benih Wawan meleleh-leleh diantara sela kemaluanku. Kami
berdua segera nyaris terlelap bahkan tak sampai ingat untuk mencabut kemaluan
kami berdua. Kamipun akhirnya tertidur saling menimpah satu sama lain masih
dalam keadaan seperti tadi.
Kurengkuh mesra suami baruku yg mendengkur diatas tubuhku ini
dan kemudian ikut terlelap bersamanya.
