Haiiii perkenankan aku untuk
sedikit bercerita tentang pengalamanku. Aku memiliki seorang anak laki-laki yg
telah berumur 5 tahun dan duduk di bangku TK-B. Aku dan istriku sama-sama
bekerja, sehingga anakku biasanya kutitipkan di rumah kakak iparku disaat kami
berdua pergi bekerja. Kebetulan rumah kakak iparku dan rumah kami bersebelahan,
dan kakak iparku tdk bekerja, sehingga urusan menitipkan anak bukanlah suatu
masalah, apalagi keponakanku (anak dari kakak iparku tersebut) ada yg berumur
sebaya dengan anakku.
Namun, belum absolutist
berselang, kakak iparku pindah ke Sumatra karena suaminya ditugaskan di kota
Medan. Sejak itulah masalah anak muncul menjadi persoalan yg memusingkan,
sementara itu tdk ada lagi sanak saudaraku ataupun sanak saudara istriku yg
tinggal di Jakarta selain kakak iparku yg pindah ke Sumatra (kebanyakan
keluarga kami tinggal di jogja dan beberapa di Solo).
Keadaan
ini memaksa kami untuk membayar seorang babby babysitter untuk menjaga anak
kami disaat kami berada di kantor.
Sebagaimana biasanya, mempekerjakan
seorang babysitter adalah persoalan yg sangat menjengkelkan, bayangkan saja
dalam dua bulan kami telah 5 kali mengganti babysitter dengan berbagai macam
sebab yg aku rasa tdk perlu kupaparkan disini.
Namun akhirnya ada juga seorang
babby babysitter yg dapat bertahan bekerja selama hampir 3 bulan, ini merupakan
rekor pertama yg telah dicapai setelah sebelumnya tdk pernah ada babby
babysitter yg bertahan lebih dari 3 minggu. Atas dasar alasan itu juga, aku
menyarankan kepada istriku untuk menaikkan gajinya sebagai kompensasi atas
kerja serta tanggung jawabnya. Babby babysitter yg satu ini memang agak berbeda
dari semua babby sitter terdahulu.
Ke-5 babby babysitter sebelumnya
yg sempat bekerja di tempat kami, rata-rata berusia dibawah 30 puluh tahun, bahkan
ada yg baru berusia 19 tahun, namun babby babysitter yg terakhir ini adalah
seorang janda berusia 48 tahun. Kami memanggilnya Bu Sumi, bertubuh besar untuk
ukuran seorang wanita (tingginya kurang lebih 165 cm), agak gemuk sebagaimana
umumnya wanita paruh baya.
Pada awalnya kami agak ragu kalau
Bu Sumi ini akan sanggup merawat Rio putra kami, mengingat Bu Sumi sudah
berumur, sementara Rio sangat hiperaktif, sehingga merawat Rio akan lebih
melelahkan dibandingkan merawat anak-anak lain pada umumnya. Ternyata perkiraan
kami salah, dan cukup surprise, ternyata Bu Sumi dapat merawat Rio dengan baik.
Bahkan ada kejadian yg lebih mengejutkan lagi, dan ini yg ingin kuceritakan
pada kesempatan ini. Kami memiliki acara rutin, yaitu berenang yg kami lakukan
seminggu sekali setiap hari Sabtu sore.
Aku dan istriku selalu mengajak
Rio berenang di gelanggang renang Ancol, dan biasanya selalu ada dua atau tiga
orang anak tetangga teman bermain Rio yg ikut berenang bersama kami. Babby
babysitter selalu kami ajak ikut serta untuk membantu mengawasi anak-anak,
meskipun tdk ikut berenang. Sebagaimana biasanya, pada hari Sabtu kami pergi
gelanggang renang Ancol, namun kali ini istriku tdk dapat ikut.
Istriku pulang ke Yogyakarta yg
rutin dilakukannya enam bulan sekali untuk menjenguk keluarga di sana, terutama
orangtuanya (mertuaku), sehingga pada acara berenang kali ini, yg ikut hanya
aku, Rio beserta lima orang temannya serta tdk ketinggalan Bu Sumi. Karena
istriku tdk ikut, sementara teman Rio yg ikut lebih banyak dari biasanya, yaitu
sampai lima orang (biasanya batten banyak tiga orang), aku berfikir bahwa Bu
Sumi perlu ikut turun ke air untuk membantu mengawasi anak-anak.
Masalahnya keselamatan anak-anak
tetangga juga merupakan tanggung jawabku. Menurut keterangannya, Bu Sumi dapat
berenang, tetapi dia tdk memiliki pakaian renang. Bagiku, yg penting Bu Sumi
dapat berenang, karena soal pakaian renang adalah soal mudah, tinggal beli
saja, beres. Sesampainya di kolam renang, aku mampir sebentar di sebuah kios yg
menjual perlengkapan renang untuk membelikan baju renang Bu Sumi. Untungnya ada
nomor yg pas untuknya, karena baju renang ukuran besar tdk begitu banyak.
Setelah itu seperti biasanya, aku
selalu menyewa kamar bilas keluarga yg dapat disewa per tiga jam. Aku selalu
menyewa kamar bilas keluarga, karena kupikir lebih praktis. Di kamar bilas itu
kami sekeluarga dapat berkumpul dan tdk perlu terpisah seperti di kamar bilas
umum yg dipisahkan antara kamar bilas untuk pria dan wanita.
Disamping itu, di kamar bilas keluarga
semua perlengkapan, pakaian, tas dan sebagainya dapat disimpan di kamar bilas
tersebut, tinggal dikunci dan beres, tdk perlu repot- repot antri ke tempat
penitipan pakaian yg melelahkan, ditambah resiko kehilangan barang-barang.
Battery juga sudah tersedia di dalam kamar bilas, tdk perlu repot-repot keluar
kamar, ada air panasnya lagi. Begitu praktis, sehingga mengawasi anak-anak pun
jadi lebih mudah. Rio dan teman-temannya begitu antusias, di kamar bilas mereka
mengganti pakaian dengan tergesa-gesa.
Dan setelah selesai, mereka semua
langsung lari ke kolam tanpa tunggu-tunggu lagi. Setelah semua anak-anak keluar
menuju kolam, aku segera melepas pakaianku. Setelah aku telanjang bulat, aku
bergegas menuju shower, namun… astaga… aku baru sadar kalau ternyata ada Bu
Sumi di kamar bilas itu. Kulihat Bu Sumi mesem-mesem (tersipu malu) sambil
mencari-cari sesuatu dari tasnya. Aku pun pura-pura bersikap biasa, seolah-olah
telanjang bulat di depan Bu Sumi merupakan hal yg lumrah bagiku, padahal itu
kulakukan untuk mengusir rasa malu. Dengan sok berlagak tenang, aku menyuruh Bu
Sumi untuk segera ganti pakaian.
“Ayo.. Bu Sumi.. cepat ganti
baju.. itu anak-anak nggak ada yg ngejagain..” Semua ucapanku itu betul-betul
hanya bertujuan untuk mengusir rasa malu karena sudah terlanjur telanjang,
sementara itu kulihat Bu Sumi terus saja mesem-mesem, dan ini mengundang
perasaan aneh pada diriku.
Sebetulnya aku mengerti makna
mesem-mesemnya Bu Sumi, aku yakin kalau mesem-mesem- nya berkaitan erat dengan
keadaanku yg sedang telanjang ini.
“Forget it..!” kupikir sambil
tetap telanjang bulat, akhirnya aku langsung menuju battery untuk membasahi
tubuhku, hal yg biasa kulakukan sebelum berenang.
Saat berada di bawah kucuran
shower, aku sempat memperhatikan Bu Sumi saat sedang menanggalkan seragam babby
sitternya yg berwarna putih, dan masih saja sambil mesem-mesem. Mungkin dia
pikir buat apa malu-malu telanjang dihadapan majikannya ini, toh majikannya
saja tdk malu telanjang bulat dihadapannya, semua ini membuat perasaan mesum
mulai menjalari tubuhku.
Selanjutnya pemandangan di
hadapanku menjadi semakin mendebarkan. Bu Sumi sambil terus mesem-mesem sendiri
mulai menanggalkan pakaian dalamnya, jantungku berdebar keras, apalagi disaat
dia melepaskan kait-kait BH-nya, serta meloloskan tali-tali BH tersebut dari
lengannya. Belum pernah terbayangkan dalam pikiranku melihat Bu Sumi dalam
keadaan yg kulihat saat ini.
Selama ini gairahku sama sekali
tdk pernah terusik oleh wanita paruh baya itu yg bertubuh besar dan agak
gembrot, serta mengenakan pakaian seragam putih. Namun pemandangan di hadapanku
kali ini sungguh-sungguh berbeda. Payudara yg sungguh besar dan montok dengan
puting payudara yg lebar berwarna coklat gelap, menggantung di dadanya, begitu
menggetarkan kalbuku. Apalagi saat dia memelorotkan celana dalamnya, membuat
rambut lebat di kedua pangkal pahanya yg montok begitu jelas terpandang, sungguh
membuat darahku menjadi berdesir dengan derasnya.
Jantungku semakin berdetak tdk
beraturan, dan tubuhku gemetar menahan gairah yg kali ini terusik oleh
pemandangan yg sungguh benar-benar lain dari biasanya, serta tdk pernah
terbayangkan sebelumnya olehku. Disaat Bu Sumi hendak mengenakan pakaian
renangnya, secara refleks aku langsung berkata kepadanya,
“Ayoh… Bu Sumi.., mandi dulu…
supaya nggak keram di kolam.” Sebetulnya, ucapanku hanyalah akal bulusku yg
semata-mata hanya agar aku dapat menikmati pemandangan tubuh bugil Bu Sumi
lebih lama lagi.
Namun ternyata, `Pucuk dicinta
ulam tiba’, Bu Sumi batal mengenakan pakaian renangnya, dan melemparnya ke atas
jok empuk berkulit plastik yg ada di kamar bilas itu. Lantas sambil terus
mesem-mesem dan masih telanjang bulat, Bu Sumi melangkah menuju shower.
Aku sedikit menggeser posisi
berdiriku di bawah shower untuk memberi tempat bagi Bu Sumi. Tubuh telanjangnya
yg begitu montok dan besar, bergidik kedinginan saat air yg memancar dari
battery menerpa tubuhnya. Bu Sumi mengusap-usap wajahnya yg terguyur air
shower. Birahi yg sudah menguasai diriku membuatku nekat menjamah payudaranya
yg sangat besar itu.., sungguh aku sangat gemetaran, takut kalau-kalau Bu Sumi
menolak untuk disentuh.
Tetapi ternyata Bu Sumi hanya
diam saja saat aku mengusap-usap payudaranya. Hal ini membuatku nekat untuk
berlanjut menjamah kemaluannya. Disaat jemariku menyentuh kemaluannya yg
berambut lebat itu, dalam waktu yg hampir bersamaan tangan Bu Sumi juga
menjamah batang k0ntolku yg tengah tegang. Dia terus-terusan mengusap dan
mengelus batang k0ntolku. Kupandangi wajah Bu Sumi, matanya menatap nakal
dengan senyuman bandel di bibirnya.
Wanita paruh baya itu ternyata
begitu menggairahkan. Tanpa kuminta, Bu Sumi kemudian berjongkok di hadapanku,
dia segera mengulum dan menjilati batang k0ntolku sampai menimbulkan bunyi yg
begitu khas. Keahliannya menyedot dan mengulum batang k0ntolku begitu luar
biasa, membuatku tdk dapat menahan diri lagi. Kutarik tangannya mengajak
berdiri, lalu menggiringnya menuju jok berkulit plastik di kamar bilas itu.
Kubimbing agar Bu Sumi duduk di jok empuk itu, dan tanpa kuminta, Bu Sumi pun
langsung membengkangkan kedua kakinya, sehingga kemaluannya yg besar menantang
di hadapanku.
Tanpa buang-buang waktu, aku
langsung menyibakkan rambut lebat yg menutupi memeknya, sehingga kudapati
bibir-bibir memek yg tebal berwarna hitam kecoklatan. Lendir putih mengalir
dari bibir-bibir memek yg mulai merekah itu yg merupakan pertanda birahi luar
biasa yg telah menghinggapi dirinya.
Saat bibir-bibir memek itu ku
renggangkan, muncul klitoris sebesar kacang tanah seperti menuntut untuk
dijilati. Belum pernah kulihat klitoris sebesar itu, juga bibir-bibir memek yg
begitu tebal, mungkin karena badannya besar membuat klitoris-nya juga jadi
besar sesuai dengan ukuran badannya yg juga besar dan gemuk. Kujilati klitoris
itu dengan buas, membuat Bu Sumi mendesah keras, tubuhnya menjadi kejang dan
gemetar menahan kenikmatan itu, pinggulnya terangkat menyambut jilatan lidahku
pada memek dan klitoris-nya.
Memeknya menjadi semakin menganga
lebar, membuat dinding memeknya yg merah menjadi jelas terlihat seperti
menyampaikan kesiapannya untuk menerima coblosan batang k0ntolku. Akhirnya,
“Bleesss..!” kubenamkan batang
k0ntolku ke lubang memeknya. Terasa begitu sempit dan menggigit, mungkin akibat
Bu Sumi yg telah hampir 20 tahun menjanda, membuat otot-otot memeknya kembali
menguat.
Tubuh kami berguncang-guncang
dahsyat di atas jok itu saling menekan, sementara batang k0ntolku keluar masuk
lubang memeknya menggesek dan menggaruk dinding-dinding memek yg sudah begitu
gatal selama ini. Kujejalkan k0ntolku lebih dalam lagi, Bu Sumi pun menyambut
dengan mendorong pinggulnya supaya k0ntolku masuk ke tempat yg batten dalam.
Sementara itu jempol serta
telunjukku memilin- milin klitoris-nya, membuat Bu Sumi mengalami kenikmatan yg
sangat dahsyat, sampai-sampai matanya mendelik, sementara desahan dan erangan
keras silih berganti mengiringi orgasme yg dirasakannya. Spermaku menyembur
deras di dalam lubang memek Bu Sumi dan membanjiri rahimnya. Tubuhku
menggeletak lemas di atas tubuhnya dengan batang k0ntol yg masih terbenam di
lubang memeknya untuk beberapa waktu.
Saat kucabut batang k0ntolku, Bu
Sumi kembali merenggut batang k0ntolku dan memerasnya dengan begitu bernafsu,
sehingga sisa-sisa sperma yg telah bercampur lendir memeknya meleleh keluar dan
langsung ditampung dengan lidahnya. Setelah kejadian yg mengejutkan dan
menegangkan itu, kami melanjutkan acara berenang, sementara hubunganku dengan
Bu Sumi berjalan seperti biasa. Bu Sumi tetap bersikap sebagaimana aku adalah
majikannya. Hanya disaat istriku meleng, kami pun langsung bergelut setubuh di
atas ranjang tanpa malu-malu dan tanpa basa- basi.
Namun selain di ranjang, sikapnya
terhadap diriku begitu wajar seperti sediakala, bahkan meskipun istriku sedang
tdk di rumah, sikapnya tetap saja begitu wajar. Sama sekali tdk tercermin di
wajahnya maupun di sikapnya kalau wanita paruh baya itu sebetulnya bandel dan
sering bergelut senggama dengan diriku. Wajah cheat penuh birahi, mata binal,
senyum nakal dan kebuasannya hanya muncul saat berada di atas ranjang.
Setelah semuanya selesai, dan kenikmatan
telah direguk, sikapnya kembali wajar seperti sediakala.
