Saya seorang pemain bola di
kesebelasan tempat tinggal saya. Karena terjadi tabrakan dengan teman, kaki
saya mengalami patah tulang ringan. Dan saya harus dirawat di rumah sakit. Saya
berada di kamar kelas VIP. Jadi saya bebas untuk melakukan apa saja. Saya
sebetulnya sudah sehat, tetapi masih belum boleh meninggalkan rumah sakit.
Makanya saya bosan tinggal disitu.
Pada pagi hari ketika saya sedang
tidur, saya terkejut pada saat dibangunkan oleh seorang suster. Gila..! Suster
yang satu ini cantik sekali.
"Mas Sony udah bangun ya..?
Gimana tadi malam, mimpi indah..?" katanya.
"Ya Sus, indah sekali. Saya
lagi bercinta dengan cewek cantik berbaju putih Sus..? Dan mukanya mirip Suster
lho..!" kata saya menggodanya.
"Ah.. Mas Sony ini bisa
aja.., habis ini Mas mandi ya..?" katanya lembut.
Lalu dia membawa handuk kecil, sabun,
wash lap, dan ember kecil. Suster itu mulai menyingkap selimut yang saya pakai,
serta melipatnya di dekat kaki saya.
Terbuka sudah seluruh tubuh
telanjang saya. Saya dengan sengaja tadi melepaskan semua baju dan celana saya.
Ketika dia melihat daerah di sekitar kemalua saya, terkejut dia, karena ukuran
kelamin saya serta kepalanya yang di luar normal. Sangat besar, mirip helm
tentara NAZI dulu.
Lalu dia mengambil wash lap dan
sabun.
"Sus.. jangan pake wash
lap.., geli.. saya nggak biasa. Pakai tangan suster yang indah itu saja.."
kata saya memancingnya.
Suster itu mulai dengan tanganku.
Dibasuh dan disabuninya seluruh tangan saya. Usapannya lembut sekali. Sambil
dimandikan, saya pandangi wajahnya, dadanya, cukup besar juga kalau saya lihat.
Orangnya putih mulus, tangannya lembut. Selesai dengan yang kiri, sekarang
ganti tangan kanan. Dan seterusnya ke leher dan dada. Terus diusapnya tubuh
saya, sapuan telapak tangannya lembut sekali saya rasakan, dan tidak terasa
saya memejamkan mata untuk lebih menikmati sentuhannya.
Sampai juga akhirnya pada batang
kejantanan saya, dipegangnya dengan lembut ditambah sabun. Digosok batangnya,
biji kembarnya, kembali ke batangnya. Saya merasa tidak kuat untuk menahan
supaya tetap lemas. Akhirnya batang kemaluan saya berdiri juga. Pertama
setengah tiang, lama-lama akhirnya penuh juga dia berdiri keras.
Dia bersihkan juga sekitar kepala
meriam saya sambil berkata lirih, "Ini kepalanya besar sekali mas.. baru
kali ini saya lihat kaya gini besarnya. Dikasih makan apa sih koq bisa gini
mas..?" katanya manja.
"Sus.. enak dimandiin
gini.." kata saya memancing.
Dia diam saja, tetapi yang jelas
dia mulai mengocok dan memainkan batang kemaluan saya. Sepertinya dia suka
dengan ukurannya yang menakjubkan.
"Enak Mas Sony.. kalo
diginikan..?" tanyanya dengan lirikan nakal.
"Ssshh.. iya terusin ahh..
sus.. sampai keluar.." kata saya sambil menahan rasa nikmat yang tidak
terkira.
Tangan kirinya mengambil air dan
membilas batang kejantanan saya yang sudah menegang itu, kemudian disekanya
dengan tangan kanannya. Kenapa kok diseka pikir saya. Tetapi saya diam saja,
mengikuti apa yang mau dia lakukan, pokoknya jangan berhenti sampai disini
saja. Bisa-bisa saya pusing nantinya menahan nafsu yang tidak tersalurkan.
Lalu dia dekatkan kepalanya, dan
dijulurkan lidahnya. Kepala batang kejantanan saya dijilatinya perlahan.
Lidahnya mengitari kepala senjata meriam saya. Semilyard dollar.. rasanya..
wow.. enak sekali. Lalu dikulumnya batang kejantanan saya.
Saya melihat mulutnya sampai
penuh rasanya, tetapi belum seluruhnya tenggelam di dalam mulutnya yang mungil.
Bibirnya yang tipis terayun keluar masuk saat menghisap maju mundur.
Lama juga saya dikulumi suster
jaga ini, sampai akhirnya saya sudah tidak tahan lagi, dan, "Croott..
croott.." nikmat sekali.
Sperma saya tumpah di dalam
rongga mulutnya dan ditelannya habis. Sisa pada ujung batang kemaluan pun
dijilat serta dihisapnya habis.
"Sudah ya Mas, sekarang
dilanjutkan mandinya ya..?" kata suster itu, dan dia melanjutkan
memandikan kaki kiri saya setelah sebelumnya mencuci bersih batang kejantanan
saya.
Badan saya dibalikkannya dan
dimandikan pula sisi belakang badan terutama punggung saya.
Selesai acara mandi.
"Nanti malam saya ke sini
lagi, boleh khan Mas..?" katanya sambil membereskan barang-barangnya.
Saya tidak bisa menjawab dan
hanya tersenyum kepadanya. Saya serasa melayang dan tidak percaya hal ini bisa
terjadi. Terakhir sebelum keluar kamar dia sempat mencium bibir saya. Hangat
sekali.
"Nanti malam saya kasih yang
lebih hebat." begitu katanya seraya meninggalkan kamar saya.
Saya pun berusaha untuk tidur.
Nikmat sekali apa yang telah saya alami sore ini. Sambil memikirkan apa yang
akan saya dapatkan nanti malam, saya pun tertidur lelap sekali. Tiba-tiba saya
dibangunkan oleh suster yang tadi lagi. Tetapi saya belum sempat menanyakan
namanya.
Baru setelah dia mau keluar kamar
selesai meletakkan makanan dan membangunkan saya, dia memberitahukan namanya,
rupanya Vina. Cara dia membangunkan saya cukup aneh. Rasanya suster dimanapun
tidak akan melakukan dengan cara ini.
Dia sempat meremas-remas batang
kemaluan saya sambil digosoknya dengan lembut, dan hal itu membuat saya
terbangun dari tidur. Langsung saya selesaikan makan saya dengan susah payah.
Akhirnya selesai juga. Lalu saya tekan bel.
Tidak lama kemudian datang suster
yang lain, saya meminta dia untuk menyalakan TV di atas dan mengangkat makanan
saya. Saya nonton acara-acara TV yang membosankan dan juga semua berita yang
ditayangkan tanpa konsentrasi sedikit pun.
Sekitar jam 9 malam, suster Vita
datang untuk mengobati luka saya, dan dia harus membuka selimut saya lagi. Pada
saat dia melihat alat kelamin saya, dia takjub.
"Ngga salah apa yang
diomongkan temen-temen di ruang jaga..!" demikian komentarnya.
"Kenapa emangnya
Sus..?" tanya saya keheranan.
"Oo.. itu tadi teman-teman
bilang kalau punya Mas besar sekali kepalanya." jawabnya.
Setelah selesai dengan mengobati
luka saya, dan dia akan meninggalkan ruangan. Tetapi dia sempat membetulkan
selimut saya, dia sempatkan mengelus kepala batang kejantanan saya.
"Hmm.. gimana ya
rasanya..?" manjanya.
Dan saya hanya bisa tersenyum
saja. Wah suster di sini gila semua ya pikirku. Jam 22:00, kira-kira saya baru mulai
tertidur. Saya mimpi indah sekali di dalam tidur saya karena sebelum tidur tadi
otak saya sempat berpikir hal-hal yang jorok.
Saya merasakan hangat sekali pada
bagian selangkangan, tepatnya pada bagian batang kemaluan saya, sampai saya
jadi terbangun. Ternyata suster Vina sedang menghisap senjata saya. Dengan
bermalas-malasan, saya menikmati terus hisapannya. Saya mulai ikut aktif dengan
meraba dadanya. Suatu lokasi yang saya anggap paling dekat dengan jangkauan
tangan saya.
Saya buka kancing atasnya, lalu
meraba dadanya di balik BH hitamnya. Terus saya mendapati segumpal daging
hangat yang kenyal. Saya menelusuri sambil meremas-remas kecil. Sampai juga
pada putingnya. Saya memilin putingnya dengan lembut dan Suster Vina pun
mendesah.
Entah berapa lama saya dihisap
dan saya merabai Suster Vina, sampai dia akhirnya bilang, "Mas.. boleh
ya..?" katanya memelas.
"Mangga Sus,
dilanjut..?" tanya saya bingung.
Dan tanpa menjawab dia pun
meloloskan CD-nya, dilemparkan di sisi ranjang, lalu dia naik ke ranjang dan
mulai mengangkangkan kakinya di atas batang kejantanan saya.
Dan, "Bless.." dia
memasukkan kemaluan saya pada lubangnya yang hangat dan sudah basah sekali.
"Aduh.. Mas.., kontolnya
hangat dan enak lho.. ohh.."
Lalu dia pun mulai menggoyang
perlahan. Pertama dengan gerakan naik turun, lalu disusul dengan gerakan
memutar. Wah.., suster ini rupanya sudah profesional sekali. Lubang senggamanya
saya rasakan masih sangat sempit, makanya dia juga hanya berani gerak perlahan.
Mungkin juga karena saya masih
sakit. Lama sekali permainan itu dan memang dia tidak mengganti posisi, karena
posisi yang memungkinkan hanya satu posisi. Saya tidur di bawah dan dia di atas
tubuh saya.
Sampai saat itu belum ada
tanda-tanda saya akan keluar, tetapi kalau tidak salah, dia sempat mengejang
sekali. Tadi di pertengahan dan lemas sebentar, lalu mulai menggoyang lagi.
Sampai tiba-tiba pintu kamarku dibuka dari luar, dan seorang suster masuk
dengan tiba-tiba.
Kaget sekali kami berdua, karena
tidak ada alasan lain, jelas sekali kami sedang main. Apalagi posisinya baju
dinas Suster Vina terbuka sampai perutnya, dan BH-nya juga sudah terlepas dan
tergeletak di lantai.
Ternyata yang masuk suster Vita,
dia langsung menghampiri dan bilang, "Teruskan saja Vin.. gue cuman mau
ikutan.. memek gue udah gatel nich..!" katanya dengan santai.
Suster Vita pun mengelus dada
saya yang agak bidang, dia ciumi seluruh wajah saya dengan lembut. Saya
membalasnya dengan meremas dadanya. Dia diam saja, lalu saya buka kancingnya,
terus langsung saya loloskan pakaian dinasnya. Saya buka sekalian BH-nya yang
berenda tipis dan merangsang. Dadanya terlihat masih sangat kencang. Tinggal CD
minim yang digunakannya yang belum saya lepaskan.
Suster Vina masih saja dengan
aksinya naik turun dan kadang berputar. Saya lihat dadanya yang terguncang
akibat gerakannya yang mulai liar. Lidah Suster Vita mulai memasuki rongga
mulut saya dan langsung saya hisap ujung lidahnya yang menjulur itu.
Tangan kiri saya mulai meraba di
sekitar selangkangan Suster Vita dari luar. Basah sudah CD-nya, dengan perlahan
saya tarik ke samping dan saya mendapatkan permukaan bulu halus menyelimuti
liang kewanitaannya. Saya elus perlahan, baru kemudian sedikit menekan.
Ketemu sudah klit-nya. Agak ke
belakang saya rasakan semakin menghangat. Tersentuh olehku kemudian liang
nikmat tersebut. Saya raba sampai tiga kali sebelum akhirnya memasukkan jari
saya ke dalamnya. Saya mencoba memasukkan sedalam mungkin jari telunjuk saya.
Kemudian disusul oleh jari tengah. Saya putar jari-jari saya di dalamnya. Baru
kemudian saya kocok keluar masuk sambil memainkan jempol saya di klit-nya.
Dia mendesah ringan, sementara
Suster Vina rebahan karena lelah di dadaku dengan pinggulnya tiada hentinya
menggoyang kanan dan kiri. Suster Vita menyibak rambut panjang Suster Vina dan
mulai menciumi punggung terbuka itu.
Suster Vina semakin mengerang,
mengerang, dan mengerang, sampai pada erangan panjang yang menandakan dia akan
orgasme, dan semakin keras goyangan pinggulnya. Sementara saya sendiri mencoba
mengimbangi dengan gerakan yang lebih keras dari sebelumnya, karena dari tadi
saya tidak dapat terlalu bergoyang, takut luka saya menjadi sakit.
Suster Vina mengerang panjang
sekali seperti orang sedang kesakitan, tetapi juga mirip orang kepedasan.
Mendesis di antara erangannya. Dia sudah sampai rupanya, dan dia tahan dulu
sementara, baru dicabutnya perlahan. Sekarang giliran Suster Vita, dilapnya dulu
batang kemaluan saya yang basah oleh cairan kenikmatan, dikeringkan, baru dia
mulai menaiki tubuh saya.
Ketika Suster Vita telah
menempati posisinya, saya melihat Suster Vina mengelap liang kemaluannya dengan
tissue yang diambilnya dari meja kecil di sampingku. Suster Vita seakan
menunggang kuda, dia menggoyang maju mundur, perlahan tapi penuh kepastian.
Makin lama makin cepat iramanya.
Sementara kedua tangan saya asyik meremas-remas dadanya yang mengembung indah.
Kenyal sekali rasanya, cukup besar ukurannya dan lebih besar dari miliknya
Suster Vina. Yang ini tidak kurang dari 36C.
Sesekali saya mainkan putingnya
yang mulai mengeras. Dia mendesis, hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya.
Desisan itu sungguh manja kurasakan, sementara Suster Vina telah selesai dengan
membersihkan liang hangatnya. Kemudian dia mulai lagi mengelus-elus badan
telanjang Suster Vita dan juga memainkan rambutku, mengusapnya.
Kemudian karena sudah cukup
pemanasannya, dia mulai menaiki ranjang lagi. Dikangkangkannya kakinya yang
jenjang di atas kepala saya. Setengah berjongkok gayanya saat itu dengan
menghadap tembok di atas kepala saya. Kedua tangannya berpegangan pada bagian
kepala ranjang.
Mulai disorongkannya liang
kenikmatannya yang telah kering ke mulut saya. Dengan cepat saya julurkan
lidah, lalu saya colek sekali dan menarik nafas, "Hhhmm.." bau khas
kewanitaannya. Saya jilat liangnya dengan lidah saya yang memang terkenal
panjang. Saya mainkan lidah saya, mereka berdua mengerang bersamaan, kadang
bersahutan. Saya lihat lubang pantatnya yang merah agak terbuka, lalu saya
masukkan jari jempol ke dalam lubang pantatnya.
Suster Vina merintih kecil,
"Auuwww.. Mas nakal deh..!"
Lalu saya jilati lubang pantatnya
yang sudah mulai basah itu, tapi kemudian, "Tuutt..!"
Saya kaget, "Suster kentut
ya..?" tanya saya.
Suster Vina tertawa kecil lalu
minta maaf. Lalu kembali saya teruskan jilatan saya.
Lama sekali permainannya, sampai
tiba-tiba Suster Vita mengerang besar dan panjang serta mengejang. Setelah
Suster Vita selesai, dia mencabut batang kejantanan saya, sedang lidah saya
tetap menghajar liang kenikmatan Suster Vina. Sesekali saya menjilati klit-nya.
Dia menggelinjang setiap kali
lidah saya menyentuh klit-nya. Mendengar desisan Suster Vina sudah lemas dan
beranjak turun dari posisinya, saya menyudahi permainan ini. Saya lunglai
rasanya menghabisi dua suster sekaligus.
"Kasihan Mas Sony, nanti
sembuhnya jadi lama.. soalnya ngga sempet istirahat..!" kata Suster Vina.
"Iya dan kayanya kita akan
setiap malam rajin minta giliran kaya malem ini." sahut suster Vita.
"Kalo itu dibuat system
arisan saja." kata Suster Vina sadis sekali kedengarannya.
"Emangnya gue piala bergilir
apa..?" kata saya dalam hati.
Malam itu saya tidur lelap sekali
dan saya sempat minta Suster Vina menemaniku tidur, saya berjanji tiap malam,
mereka dapat giliran menemani saya tidur, tetapi setelah mendapat jatah batin
tentunya. Malam itu kami tidur berdekapan mesra sekali seperti pengantin baru
dan sama-sama polos.
Sampai jam 4 pagi, dia minta
jatah tambahan dan kami pun bermain one on one (satu lawan satu, tidak
keroyokan seperti semalam). Hot sekali dia pagi itu, karena kami lebih bebas
tetapi yang kacau adalah setelah selesai.
Saya merasa sakit karena luka
kaki saya menjadi berdarah lagi. Jadi terpaksa ketahuan dech sama Suster Vita
kalau ada sesi tambahan, dan mereka berdua pun ramai-ramai mengobati luka saya,
sambil masih ingin melihat kejantanan dasyat yang meluluh lantakkan tubuh
mereka semalaman.
Setelah itu, sekitar jam 5:00,
saya kembali tidur sampai pagi jam 7:20. Saya dibangunkan untuk mandi pagi.
Mandi pagi dibantu oleh Suster Vita dan sempat dihisap sampai keluar dalam
mulutnya.
Pada pagi harinya, Dokter Vivi
melihat keadaan saya.
"Gimana Mas Sony, masih
sakit kakinya..?" katanya.
"Sudah lumayan Dok..!"
kata saya.
Lalu, "Sekarang coba kamu
tarik nafas lalu hembuskan, begitu berulang-ulang ya..!"
Dengan stetoskopnya, Dokter Vivi
memeriksa tubuh saya. Saat stetoskopnya yang dingin itu menyentuh dada saya,
seketika itu juga suatu aliran aneh menjalar di tubuh saya. Tanpa saya sadari,
saya rasakan batang kejantanan saya mulai menegang.
Saya menjadi gugup, takut kalau
Dokter Vivi tahu. Tapi untung dia tidak memperhatikan gerakan di balik selimut
saya. Namun setiap sentuhan stetoskopnya, apalagi setelah tangannya
menekan-nekan ulu hati, semakin membuat batang kejantanan saya bertambah tegak
lagi, sehingga cukup menonjol di balik selimut.
"Wah, kenapa kamu ini..? Kok
itu kamu berdiri..? Terangsang saya ya..?" katanya.
Mati deh! Ternyata Dokter Vivi
mengetahui apa yang terjadi diselangkangan saya. Aduh!
Lalu dia dengan tiba-tiba membuka
selimut sambil berkata, "Sekarang saya mau periksa kaki mas.."
katanya.
Dan, "Opss.. i did it
again..!" terpampanglah kemaluan saya yang besar dihadapannya.
Gila! Dokter Vivi tertawa melihat
batang kejantanan saya yang besar dan mengeras itu.
"Uh, kontol Mas besar
ya..?" kata Dokter Vivi serasa mengelus kemaluan saya dengan tangannya
yang halus.
Wajah saya menjadi bersemu merah
dibuatnya, sementara tanpa dapat dicegah lagi, senjata saya semakin bertambah
tegak tersentuh tangan Dokter Vivi. Dokter Vivi masih mengelus-elus dan
mengusap-usap batang kejantanan saya itu dari pangkal hingga ujung, juga
meremas-remas biji kembar saya.
"Mmm.. Mas pernah
bermain..?" katanya manja.
Saya menggeleng. Saya pura-pura
agar ya..ya..ya..
"Aahh.." saya mendesah
ketika mulut Dokter Vivi mulai mengulum kemaluan saya.
Lalu dengan lidahnya yang
kelihatannya sudah mahir, digelitiknya ujung kemaluan saya itu, membuat saya
menggerinjal-gerinjal. Seluruh kemaluan saya sudah hampir masuk ke dalam mulut
Dokter Vivi yang cantik itu. Dengan bertubi-tubi disedot-sedotnya kemaluan
saya. Terasa geli dan nikmat sekali.
Dokter Vivi segera melanjutkan
permainannya. Ia memasukkan dan mengeluarkan kejantanan saya dari dalam
mulutnya berulang-ulang, naik-turun. Gesekan-gesekan antara kemaluan saya
dengan dinding mulutnya yang basah membangkitkan kenikmatan tersendiri bagi
saya.
"Auuh.. aahh.."
akhirnya saya sudah tidak tahan lagi.
Batang kemaluan saya
menyemprotkan sperma kental berwarna putih ke dalam mulut Dokter Vivi. Bagai kehausan,
Dokter Vivi meneguk semua cairan kental tersebut sampai habis.
"Duh, masa baru begitu saja
Mas udah keluar." Dokter Vivi meledek saya yang baru bermain oral saja
sudah mencapai klimaks.
"Dok.., saya.. baru pertama
kali.. melakukan ini.." jawab saya terengah-engah (kena dia, tetapi memang
saya akui hisapannya lebih hebat dari kedua suster tadi malam). Dokter Vivi
tidak menjawab. Ia mencopot jas dokternya dan menyampirkannya di gantungan baju
di dekat pintu.
Kemudian ia menanggalkan kaos
oblong yang dikenakannya, juga celana jeans-nya. Mata saya melotot memandangi
payudara montoknya yang tampaknya seperti sudah tidak sabar ingin meloncat
keluar dari balik BH-nya yang halus.
Mata saya serasa mau meloncat
keluar sewaktu Dokter Vivi mencopot BH-nya dan memelorotkan CD-nya. Astaga!
Sungguh besar namun terpelihara dan kencang. Tidak ada tanda-tanda kendor atau
lipatan-lipatan lemak di tubuhnya. Demikian pula pantatnya.
Masih menggumpal bulat yang
montok dan kenyal. Benar-benar tubuh paling sempurna yang pernah saya lihat
selama hidup ini. Saya merasakan batang kejantanan saya mulai bangkit lebih
tinggi menyaksikan pemandangan yang teramat indah ini.
Dokter Vivi kembali menghampiri
saya. Ia menyodorkan payudaranya yang menggantung kenyal ke wajah saya. Tanpa
mau membuang waktu, saya langsung menerima pemberiannya. Mulut saya langsung
menyergap payudara nan indah ini. Sambil menyedot-nyedot puting susunya yang
amat tinggi itu, mengingatkan saya ketika menyusu pada kedua suster tadi malam.
"Uuuhh.. Aaah.." Dokter
Vivi mendesah-desah tatkala lidah saya menjilat-jilati ujung puting susunya
yang begitu tinggi menantang.
Saya permainkan puting susu yang
memang amat menggiurkan ini dengan bebasnya. Sekali-sekali saya gigit puting
susunya itu. Tidak cukup keras memang, namun cukup membuat Dokter Vivi
menggelinjang sambil meringis-ringis.
Tidak lama kemudian, saya menarik
tangan Dokter Vivi agar ikut naik ke atas tempat tidur. Dokter Vivi memahami
apa maksud saya. Ia langsung naik ke atas tubuh saya yang terbaring telentang
di tempat tidur.
Perlahan-lahan dengan tubuh
sedikit menunduk, ia mengarahkan kemaluan saya ke lubang kewanitaannya yang di
sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu lebat kehitaman. Lalu dengan cukup keras,
setelah batang kejantanan saya sudah masuk 2 cm ke dalam liang senggamanya, ia
menurunkan pantatnya, membuat senjata saya hampir tertelan seluruhnya di dalam
lubang surganya.
Saya melenguh keras dan
menggerinjal-gerinjal cukup kencang waktu ujung kepala kemaluan saya menyentuh
pangkal rahim Dokter Vivi. Menyadari bahwa saya mulai terangsang, Dokter Vivi
menambah kualitas permainannya.
Ia menggerak-gerakkan pantatnya,
berputar-putar ke kiri ke kanan dan naik turun ke atas ke bawah. Begitu
seterusnya berulang-ulang dengan tempo yang semakin lama semakin tinggi.
Membuat tubuh saya menjadi meregang merasakan nikmat yang bukan main.
Saya merasa sudah hampir tidak
tahan lagi. Batang keperkasaan saya sudah nyaris menyemprotkan cairan
kenikmatan lagi. Namun saya mencoba menahannya sekuat tenaga dan mencoba
mengimbangi permainan Dokter Vivi yang liar itu.
Akhirnya, "Aaahh.."
jerit saya.
"Ouuhh..!" desah Dokter
Vivi.
Dokter Vivi dan saya menjerit
keras. Kami berdua mencapai klimaks hampir bersamaan. Saya menyemprotkan air
mani saya di dalam liang rahim Dokter Vivi yang masih berdenyut-denyut menjepit
keperkasaan saya yang masih kelihatan tegang itu.
Lalu, wajah, mata, dahi, hidung
saya habis diciumi oleh Dokter Vivi sambil berkata, "Terima kasih Mas
Sony, ohh.. endangg..!"
Kami tidak lama kemudian tertidur
dalam posisi yang sama, yaitu kakinya melingkar di pinggang saya sambil memeluk
tubuh saya dengan hangat. Nah itulah cerita saya.
