Nama saya Yudi, berumur 30 tahun, dan ingin berbagi
pengalaman seks saya. Ketika itu saya masih bekerja di salah satu KAP terkenal
di jakarta. Saya bertugas melakukan audit pada perusahaan yg bergerak dalam
pengeboran minyak dan kayu yg memiliki pertambangan di Kalimantan.
Ketika itu hari ke-12 saya melakukan audit, karena weekend
saya ikut bersama-sama karyawan yg sedang off untuk sama-sama ke kota
Balikpapan. Di dalam perjalanan menuju kota Balikpapan dengan heli milik
perusahaan tersebut, saya berkenalan dengan seorang Expatriate yg memiliki
rumah di kota Balikpapan.
Singkat cerita ia menawarkan rumahnya yg memiliki paviliun
untuk saya tempati selama saya berada di kota dan tentu saja saya sangat
setuju. Setibanya kami di rumah, Expatriate itu memperkenalkan istrinya dan
kedua anaknya kepada saya dan memberitahukan bahwa saya akan menempati paviliun
depan selama weekend ini. Mbak Desi, begitu saya memanggilnya dan sebaliknya ia
memanggil saya dengan sebutan Pak karena suaminya yg Expatriate itu mengatakan
hubungan pekerjaan saya dengan perusahaan tempatnya bekerja.
Lewat kira-kira sejam saya berendam, setengah tertidur di
kamar mandi ketika samar-samar saya dengar ketukan di pintu kamar mandi.
Setengah sadar saya melompat dan langsung membuka pintu kamar mandi. Saya
terkejut bukan kepalang karena tiba-tiba Mbak Desi telah ada di depanku. Mbak
Desi juga tdk kalah kalah terkejutnya, melihat saya dalam keadaan bugil.
Sambil berucap yg tak jelas,
“Ah.. eh..” saya langsung berbalik ke dalam dan mengambil
handuk dan langsung membungkus tubuh terlarang saya dan kembali keluar menemui
Mbak Desi.
Di luar, Mbak Desi juga masih gugup dan kaku berbicara kepada
saya,
“Eh.. anu Pak, e… Mr.David sudah kembali lagi ke
Pertambangan, katanya ada kerusakan mesin di pertambangan dan hari senin pagi
Bapak akan dijemput oleh orang proyek di sini.” lanjutnya.
“Oh..” jawab saya pendek.
Lalu saya berjalan ke depan, untuk memakai baju di dalam
kamar, Mbak Desi menunjukkan dimana saya bisa menyusun dan menyimpan pakaian
saya serta menyodorkan kantong,
“Pakaian kotornya taruh di sini, biar nanti dicuci pembantu,”
katanya.
Ketika saya membungkuk untuk membuka tas dan akan menyusunnya
ke dalam lemari, tiba-tiba terlepaslah handuk yg membelit di pinggang, saya
terkejut setengah mati, dan wajah saya merona merah, karena malu. Ternyata Mbak
Desi, tdk terlihat terkejut, Mbak Desi hanya memandang saya sambil tersenyum
nakal, lalu katanya,
“Sudah berapa lama di hutan?”
Sambil membetulkan handuk, saya menjawab sekenanya,
“Sekitar dua minggu.”
“Wah, lumayan juga dong.. pasti udah lama tdk diasah, ya
Pak?”
Saya hanya meringis, mengiyakan. Melihat Mbak Desi tdk
terkejut dan malah berkomentar lucu, timbul niat iseng di kepala saya. Sambil
kembali melepaskan handuk di pinggang, saya balik bertanya,
“Mbak Desi juga udah lama dong, nggak dibor?”
Sial, ternyata Mbak Desi langsung keluar kamar, saya tdk
begitu peduli awalnya, tapi saya pikir mungkin telah melukai perasaan wanita,
buru-buru saya mengenakan CD dan mencari-cari jeans di dalam tas untuk saya
pakai dan mengejar Mbak Desi, untuk minta maaf.
Samar-samar saya dengar pintu tertutup dan, “Klik…” suara
anak kunci diputar, sebentar kemudian Mbak Desi sudah ada di belakang saya
sambil berusaha menarik turun jeans yg sedang saya pakai.
“Nggak usah dipakai lagi deh Pak,” sambil memeluk dari
belakang, tangannya meraba dada saya yg berbulu halus, tentu saja dadanya
menempel pada punggung saya dan terasa hangatnya kedua gunung kembar itu.
“Kalo saya udah lama nggak dibor, mau nggak Bapak melakukan
pengeboran di sumur saya?” Mbak Desi seperti merajuk mengemukakan pertanyaan
itu.
Saya langsung berbalik dan memeluk Mbak Desi erat-erat.
“Mbak Desi, nggak mungkin ada lelaki yg bisa nolak kalo
diajak oleh Mbak.. lihat meski anak dua, pinggul masih berisi, dada membusung
dan kemulusan Mbak.. cek..cek.. Ustad aja mungkin bakalan luluh, mbak..”
Mendapat angin dari saya, Mbak Desi berusaha membalas pelukan
saya, sambil satu tangannya diturunkan untuk menarik CD saya ke bawah.
Merasakan isyarat tubuh Mbak Desi yg bergetar dan hangat, saya segera melakukan
rabaan, elusan di punggung yg terbungkus T-Shirt, yg dikenakan oleh Mbak Desi.
Saya ciumi telinga dan tengkuk Mbak Desi, saya dapat merasakan Mbak Desi
menghentakkan kepalanya ke belakang, merasa fly dan kegelian yg amat sangat.
Saya masukkan sebelah tangan saya untuk melepas pengait bra yg dipakai Mbak
Desi, dan menariknya lepas dari tempatnya.
Tangan saya terus bergerilya meraba ke arah ke dua gunung
kembar milik Mbak Desi, memutar dan menyentuhnya dengan hati-hati, melakukan
putaran telunjuk di sekitar bawah puting berganti-gantian, dan saya rasakan
Mbak Desi semakin menggelinjang dan serasa tdk kuat menahan berat badannya
sendiri.
Sambil membimbing Mbak Desi duduk di tempat tidur, saya terus
mencium telinga dan kuduk Mbak Desi, saya tarik T-Shirt yg dipakainya ke atas,
tersembullah pemandangan yg indah di depan saya, dua buah delima yg ranum
tergantung indah, tanpa bisa menyembunyikan kekaguman,
“Mbak… bener-bener sempurna.” Saya kembali menciumi telinga
dan kuduk kemudian ke dagu, dan saya lumat bibirnya yg ranum, saya mainkan
lidah saya di dalam rongga mulut Mbak Desi, tangan saya juga bekerja untuk
mengerjai kedua buah gunung kembar milik Mbak Desi.
Mbak Desi semakin klimaks dan saya tdk memberi kesempatan
lagi, saya tarik rok ketatnya, saya tarik turun CD-nya, maka tersembullah
pemandangan yg luar biasa, belahan luar yg tertutup bulu tipis, semakin ke
tengah dan mendekati sentral semakin menipis seolah-olah seperti diatur oleh
salon. Saya ciumi gundukan tebal itu, saya gunakan jari telunjuk dan tengah
untuk menguak gundukan tersebut, kemudian menjilatinya dengan perlahan-lahan
sambil menyedot dan menggigit kecil. Mbak Desi tak tahan mengeluarkan erangan,
“Ah.. ahhh..” sambil menekan kepalaku dari atas.
“Terusin Pak, terusss.. sedoottt..” Saya naikkan kakinya ke tempat
tidur, dan memutar tubuh saya di atas tubuh Mbak Desi dan melakukan oral 69,
merem-melek yg saya rasakan.
“Aahhh.. ashhh..” suara saya bersaut-sautan dengan desahan
Mbak Desi.
Hampir 20-30 menit kami melakukan posisi 69, di kemaluan Mbak
Desi sudah banjir ludah saya dan bercampur dengan maninya. Kemudian saya
bersihkan dengan menyedotnya, dengan tiba-tiba saya tarik k0ntol dari mulutnya,
“Sloobb.. sss..” dan langsung mengajak Mbak Desi berdiri
dekat dengan kursi, saya angkat kaki kanan Mbak Desi dan mendudukkannya di atas
meja rias.
Kemudian saya arahkan k0ntol yg sudah tegang tdk terkira ini
ke memeknya, terpeleset karena licin dan banyaknya cairan yg keluar dari dalam
kemaluannya, dengan sigap Mbak Desi menangkap dan membimbing k0ntol saya ke
dalam, ketika kudorong,
“Aahhh.. ah… tolong gerakin dooong, aduuh… enak banget
Pakkk.. gila.. kok punya Bapak bisa lebih gede dari punya suami kontrak saya..
ahhh.. shhh..” Saya tarik, dorong perlahan-lahan terus dengan lembut.
Ternyata dengan cara inilah Mbak Desi justru tdk dapat
mempertahankan maninya untuk mengalir. Kukunya mencengkeram pundak saya,
mulutnya menggigit bahu.
“Aahhh… ashhh.. aduhhh… nggaaak tahan nih aku… keluar…
agghhh..” saya tetap dengan sabar mendorong, menarik dan memasukkan k0ntol
saya, memutar sambil mendorong dengan lambat-lambat kembali membangkitkan
libidonya Mbak Desi.
Perlahan tapi pasti, kedua bukit kembarnya semakin menegang
kembali, saya raba kedua bukit kembar itu, saya hisap perlahan, saya gigit
tahan putingnya dan Mbak Desi benar-benar seperti terombang-ambing di atas
meja. Meja rias yg menopang tubuh Mbak Desi ikut bergoyang mengikuti irama yg
saya buat, tetapi Mbak Desi semakin liar dan tdk mampu menahan gejolak hasrat
seksnya.
Kurang lebih 20-30 menit saya memasukkan, mendorong, menarik,
memutar k0ntol saya di dalam memeknya, mencoba membongkar isinya dengan
benar-benar perlahan, tapi gejolak Mbak Desi ternyata semakin tdk terbendung,
“Aahhh… ashhh… aku.. kelluaarrr lagi nihhh.. ahhh.. kamu
pinter banget ngerjain aku… aduuhh..” dengan berakhir lenguhannya, saya rasakan
k0ntol saya seakan tersedot dan hangat tersiram maninya.
Saya juga sudah merasa letih dengan berdiri terus mengerjai
kemaluannya Mbak Desi, tubuh saya dan Mbak Desi sudah bersimbah keringat,
padahal gerakan yg saya lakukan benar-benar perlahan.
Saya mencabut k0ntol di kemaluan Mbak Desi.
“Mbak, kita pindah di ranjang yuk..” sambil saya bopong tubuh
sintalnya yg mulus, saya baringkan dia di tempat tidur nomor 1 yg ada di kamar
itu, kemudian saya balikkan, tubuhnya dan posisi menungging, kemaluan dan
sebagian klitorisnya mendongak seolah menantang.
“Ayoo hantam aku..” saya tunggangi Mbak Desi, seperti seorang
Joki, lalu saya masukkan batangan saya dengan tdk merubah ritmenya, tetap
santai tetapi tetap menghujam sampai ke dasarnya.
Saya raba payudaranya yg bergoyang-goyang karena dorongan
saya dari belakang.
“Teruusshh.. ssshh.. ahhh.. shhh..” ceracau Mbak Desi
benar-benar membuat saya semakin asyik menggoyang pantat, menghujam memeknya yg
sudah benar-benar banjir.
“Ahhh… sshhh…” saya juga merasakan k0ntolku berdenyut.
“Aahhh… agghhh…” Mbak Desi memutar-mutar pantatnya sehingga
saya benar-benar merasakan nikmat yg luar biasa.
Sedotan memeknya begitu melambungkan perasaan.
“Aaahhh… ssshh… ahhh..” saya tdk lagi menyebut Mbak seperti
sebelumnya.
“Desi… asshhh… gilaaaa.. empot ayammu… ahhh… hebat beneeerhh…
ahhh.. aghhh… asshhh… ahhh…” sampai akhirnya saya tdk kuat menahan dan Mbak
Desi juga sudah tdk tahan ingin mengeluarkan maninya yg keenam kalinya.
Kali ini dia tdk memberi kesempatan kepada saya untuk menahan
lagi, dan langsung menarik pantatnya ke depan.
“Slooobbb… ” saya terkejut, sudah di ujung kok malah ditarik.
“Na.. kenapa…” tanpa menjawab dia mendorongku hingga jatuh
terlentang dan langsung mengangkangi dan memasukkan k0ntolku yg berdiri kokoh
dan agak nyeri karena hampir 3 jam tegang yg sengaja kutahan tdk menggelepar.
Mbak Desi mulai memasukkan dan menggoyang pantatnya naik..
turun.. naik.. turun sambil memutar-mutar.
“Aahhh… gila… Des… akuuu pingin keluar… ahhh..”
“Tahan sedikit… sayang, aku juga udah mau keluar kok… tahan
yah… ahhh…” akhirnya Mbak Desi ternyata sudah keluar, hal itu dapat saya
rasakan dari kehangatan menjalar melalui k0ntol dan terus mengalir ke pahaku.
Saya bangun dan ganti mendorong tubuhnya sehingga dia menjadi
telentang.
“Kenapa.. udah dikeluarin Sayang…” Ternyata dia masih
mengeluarkan maninya, hampir 1 menit berselang kurasakan Mbak Desi masih
mengalir maninya, dan kuterjang habis-habisan dengan ritme lebih cepat sedikit.
Kuputar putingnya, diciuminya putingku.
“Cupp.. sluuppp…” dan,
“Ayo… Sayang… ahhhh… aghhh…” dia mengikuti irama tekananku
sambil kurasakan empot ayamnya bekerja kembali dan akhirnya kami tdk tahan,
lagi-lagi Mbak Desi menyemburkan maninya dan kukeluarkan di dalam memeknya.
Kulihat Mbak Desi benar-benar menerima dengan nikmat,
muncratan spermaku di dalam memeknya sampai hampir sepuluh kali muncrat dan
setiap muncratan dia sambut dengan dorongan pantatnya ke arahku, sampai
akhirnya saya terkulai di atasnya. Saya kecup dahinya,
“Thanks ya… kamu benar-benar mengagumkan. .. sungguh, belum
pernah aku alami pengalaman seperti ini ..” Jawabnya, “Kamu juga benar-benar
luar biasa, lakiku bule tapi tdk sehebat kamu yg melayu.” Saya ciumi bibirnya
dengan lembut, dagunya dan matanya lalu kami tertidur dengan lelapnya.
Terbangun sudah hampir subuh dan Mbak Desi mulai
menggesek-gesekkan tangannya di kemaluanku dan saya begitu terangsangnya lalu
kami bercinta lagi sampai jam 8:00 pagi.
Hari Minggu benar-benar kami isi di atas ranjang, istirahat
sebentar, bercinta lagi, makan dan minum shake dan bercinta lagi sampai pagi
hari Seninnya. Waktu menunggu jemputan mobil proyek pun, masih kami lakukan
bercinta di kamar mandi, walaupun cukup singkat dan mencuri-curi, benar-benar
membuatku excited dan menggoreskan kenangan yg sangat mendalam dalam dua hari
itu. Terima kasih atas segalanya Mbak Desi.
