Sebelum saya menikah, hobi saya adalah menjelajah panti
pijat. Sudah puluhan PP dan tak terhitung lagi WP yg sudah pernah saya rasakan.
Tapi memang ada satu WP di dekat terminal bus kota S yg jadi langganan. Selain
murah, menurutku dia lebih tulous dalam melayani.
Setelah menikah, saya memutuskan untuk menghentikan semua
kebiasaan itu. Semua no telp WP saya hapus dari memori HP. Nomor HP juga ganti.
Saya sangat mencintai istri saya. Apalagi dia adalah wanita pujaan saya sejak
SMP. Lama saya incar baru bisa ditaklukkan setelah saya berumur 27 tahun dan
dia sudah menjadi janda.
Rosa, nama istriku, belum punya anak. Suaminya meninggal
karena kecelakaan pesawat. Begitu mendengar Rosa menjada, saya langsung
mendekat. Setahun lebih pendekatan, akhirnya Rosa luluh. Hanya sebulan pacaran
langsung saya ajak menikah.
Saya berjanji pada diri sendiri tdk akan lagi ke PP atau
bahkan lokalisasi. Stop semua. Tobat. Saya tdk masalah dia janda. Toh dia
wanita yg saya cintai sejak lama dan saya sudah tdk perjaka. Sudah puluhan meki
saya rasakan. Setahun pertama menikah saya menjalani hari-hari yg penuh
kebahagiaan. Rosa sangat bergairah di ranjang. Wajah dan tubuhnya sempurna
bagiku. Tinggi 160 cm, berat 50 kg, rambut sebahu, berjilbab, dan dada 34 B.
Hampir tiap hari kami melakukan hubungan suami istri (tentu kecuali saat
menstruasi). Rasanya tak pernah bosan.
Oh ya, aku dan Rosa sama-sama kerja. Aku kerja di perusahaan
percetakan surat kabar. Sebagai manajer percetakan, saya bekerja sore hingga
malam. Berangkat jam 17.00 dan pulang paling cepat jam 01.00 dini hari.
Biasanya saya dan Rosa melakukan pertempuran pada subuh. Atau kalau dia pulang
kantor lebih cepat. Rosa kerja di perusahaan periklanan. Biasanya dia pulang
jam 16.00 dan sering pulang lebih awal.
Setahun menikah, Rosa mengeluh takut kalau malam sendirian.
Di ajuga capek mengurus rumah sendirian. Karena itu dia minta izin untuk
mencari pembantu rumah tangga. Karena kasihan dan tak tega melihat istri
tercinta, aku langsung setuju. ”Aku minta tolong tante Yayuk untuk mencarikan,”
katanya. Tante Yayuk adalah adik dari ibunda Rosa. Dia tinggal di Jombang dan
menjadi langganan saudara-saudara untuk minta dicarikan pembantu.
Seminggu setelah itu, Tante Yayuk menelepon istriku. Katanya
sudah dapat pembantu. Rosa pun langsung semringah.
”Pembantunya sudah ada, besok datang,” kata Rosa.
Hari yg dinanti tiba. Saat itu hari Minggu. Rosa sudah di
teras menanti kedatangan pembantu baru kami. Aku melakukan rutinitas bersepeda
setiap minggu dengan bapak-bapak di kompleks. Saat bersepeda, Rosa telp.
”Mas, pembantunya sudah datang. Namanya Ririn. Anaknya bersih
kok. Manis juga,” kata Rosa.
Aku tak begitu peduli dan menanggapi dengan biasa saja dan
meneruskan bersepeda.
Saat tiba di rumah, aku langsung mandi dan kemudian istirahat
di kamar. Tak sempat kenalan dengan pembantu baru. Hanya sejam aku tidur, Rosa
sudah menggangguku minta jatah. Kami pun bertempur sampai dua ronde. HAbis itu
tidur lagi karena kecapekan.
Jam 13.00 Rosa membangunkan aku untuk malan siang. Setelah
salah duhur, aku menuju meja makan. Baru nasi putih yg tersaji.
”Lauknya masih di dapur. Bentar ya,” kata Rosa lantas
beranjak ke dapur.
Aku menunggu di meja makan sambil baca koran.
”Ini teh hangatnya Pak.” Tiba-tiba ada suara perempuan, bukan
istriku.
Aku yakin itu pasti pembantu baruku.
”Oh ya,” kataku sambil terus membaca koran.
Aku tdk melihat wajahnya. Dan dia pasti tdk melihat wajahku
karena terhalang koran. Begitu juga saat dia membawakan lauk ke meja makan, aku
juga tak melihat. Baru setelah istriku mengajak makan, koran kulipat dan kami
pun makan.
Setelah makan, Rosa ke dapur untuk membuatkan jus wortel
kesukaanku. Selesai membuat jus wortel, Rosa mendpaat telepon dari temannya.
”Rin, tolong jus-nya antar ke bapak. Aku terima telepon
dulu,” kata Rosa sambil berjalan ke kamar.
Mungkin pembicaraannya agak privat. Aku sudah pindah duduk di
depan TV. Kemudian langkah ringan perempuan mendekat.
”Ini jusnya Pak.” Aku menoleh ke arah suara itu.
Duerrr mataku langsung terbelalak. Ririn juga tak kalah
kaget. Jus di tangannya sampai tumpah sebagian. Aku kenal betul dengan
pembantuku ini. Dulu dia primadona di PP dekat terminal. Langgananku sewaktu
masih membujang. Wajahnya manis, kulit sawo matang. Mungil tapi sekel.
Bobbs-nya 32B. Ya sekelas Kiky kalau di BM. Dulu di PP namanya Rini. Aku cepat
menguasai situasi. Ak pegang tangannya dan berbisik.
”Lupakan masa lalu kita. Jaga rahasia ya. Aku sudah tobat
kok,” kataku sambil memberi kode jari telunjuk di bibir. ”Saya juga sudah
tobat,” kata Ririn.
Hari itu aku tak konsen lagi nonton TV. Kalut rasanya.
Bagaimana mungkin aku punya pembantu yg ternyata bekas WP langgananku. Dan
konyolnyalagi, dia memakai kaus Twin Tower Kuala Lumpur yg dulu aku belikan
saat dia aku ajak jalan-jalan ke Malaysia.
Akhirnya aku memutuskan untuk cepat-cepat ke kantor
menenagkan diri. Aku pamit ke istri dipanggil bos. Aku ingat, tiga tahun lalu
aku bawa Rini alias Ririn ke hotel. Waktu itu dia bilang mau pulang kampung.
Dia ingin bertobat. Sudah bosan jadi WP. Waktu mau pulang kampung, dia telepon
dan aku transfer uang Rp 5 juta sebagai bekal. Siapa tahu bisa untuk modal usaha.
Senin pagi rutinitas terjadi seperti biasa. Aku menemani Rosa
sarapan. Ririn menyiapkan sarapan. Dia juga berlaku wajar, tdk terlihat
canggung. Sehingga Rosa tdk akan mengira kalau kami pernah kenal. Aku juga
bersikap sok jaim kepadanya. Pagi itu aku antar Rosa ke kantor. Setelah
mengantar, aku tak langsung pulang. AKu ragu pulang karena ada Ririn di
rumahku.
Baru jam 12.30 aku pulang ke rumah. Ririn sudah menyiapkan
makan siang. Aku pun makan siang. Ririn aku ajak makan siang bersama. Sengaja
aku lakukan karena aku ingin ngobrol.
”Kamu gimana ceritanya bisa sampai kerja di sini?” tanyaku.
Ririn cerita, setelah pulang ke kampung dia mendaftar sebagai
TKI di Malaysia. Tapi tdk kerasan. Apalagi dia punya anak di Jombang. Kangen
sama anak terus. Akhirnya dia pulang. Tapi karena tabungan menipis, dia harus
kerja lagi. Tp dia bertekad tak mau jadi WP lagi.
Suatu ketika dia ketemu Tante Yayuk yg tak lain adalah
tetangganya di desa. Sama Tanta Yayuk ditawari kerja jadi PRT dan Ririn lsg
setuju. Perjanjiannya dia bisa pulang sebulan sekali untuk menengok anaknya yg
sudah kelas 1 SD. Siang itu aku bikin kesepakatn dengan Ririn untuk melakukan
hal-hal yg tdk pantas dilakukan.
”Kita sama-sama sudah tobat. Kita jaga sama-sama ya,” kataku.
Ririn mengangguk. Masalah beres pikirku.
Tapi masalahnya, setiap pagi sampai sore saya hanya berdua
dengan Ririn di rumah. Ibarat batu kalau terus ditetesi air akan tergerus juga.
Dan karena sebelumnya sudah akrab, kami pun ngobrol santai ketika tdk ada istri
di rumah. Lama-lama hasrat lama tumbuh. Apalagi belakangan Ririn sering hanya
memakai celana pendek dan kaus u can see longgar kalau lagi kerja.
Tapi kalau ada istriku, dia memakai baju panjang. Sepertinya
dia sengaja menggodaku. PErnah aku peringatkan. Tapi hanya bertahan dua hari, kebiasaan
memakai pakaian minim diulangi lagi. Malah kini dia tdk memakai pakaian dalam.
Itu bisa kau pastikan karena u can see nya longgar jadi dari samping
kadang-kdang terlihat buah dadanya. Putingnya juga terlihat menonjol. Trus di
celananya tdk terlihat ada garus CD. Dugaanku dia tak pakai CD atau mungkin
hanya pakai G string.
Tiap hari aku jadi memperhatikan Ririn. Kadang samai adik gw
tegang. Kalau sudah gitu aku ke kamar untuk membuang hajat secara self service.
Suatu hari, aku lihat Ririn mengepel lantai. Aku langsung
horny dan masuk kamar. Kubukan semua bajuku dan aku sibuk mengocok rudal
kesayanganku membaygkan Ririn. Lagi enak-enaknya, tiba-tiba pintu kamar
terbuka. opps aku lupa mengunci pintu. Ririn sudah berdiri di depan pintu.
”Ngapain pakai onani segala, wong ada sasaran nganggurm” kata
Ririn sambil tertawa genit.
”Kita kan sudah janji gak akan ada hubungan,” kataku.
Ririn menghampiriku dan mendorong tubuhku yg bugil ke tempat
tidur. Dia pun langsung melucuti pakainnya sendiri. Benar dugaanku. Dia tdk
memakai pakain dalam.
”Sudah kupakan janji gombal itu. Ayo puasin aku,” kata Ririn.
Dia langsung mencium bibirku.
”Rin Rin katanya tobat,” aku mencoba mengingatkan.
”Gimana mau tobat kalau tiap subuh dengar erangan kamu sama
istrimu. Aku dah lama gak ngent*t tahu,” kata Ririn.
Sambil mencium bibirku dan leherku, tangan kanan Ririn sudah
mengelus rudalku. Lalu perlahan bibirnya turun ke bawah. Lidahnya memutar di
perut dan terus turun sampai ke pen*s.
”Hmmm masih seperti yg dulu. Lurus tegak, berotot dan keras.
Siapa yg bisa melupakan rudal kayak gini,” kata Ririn.
Dia pun mengulum perlahan, dia nikmati betul seperti anak
kecil menikmati es krim. Aku sudah lupa dengan janji-janjiku untuk meninggalkan
dunia perlendiran. ”Ah aku kan dulu janji gak ke PP atau lokalisasi lagi. Kalau
di rumah kan gpp,” kataku dalam hati.
Puas di BJ Ririn, ganti aku yg menjilati mekinya.
”Tahu gak yg (dia mulai memanggiku dengan sayang seperti saat
di PP dulu). Aku terakhir ngent*t ya sama kamu di hotel itu,” kata Ririn.
”Massa sih?” kataku gak percaya.
”Demi Allah. Habis itu aku benar-benar berhenti,” katanya.
10 menit aku jilmek Ririn kelonjotan. Aku sudah hapal betul
letak G-spot Ririn. Diapun mengalami orgasme.
Pertempuran dilanjutkan dengan WOT. Pelan-pelan dia jongkok,
tangan kannnya memegang kont*l ku untuk dimasukkan ke mekinya. Blessss
pantatnya turun sampai kon*ol ku amblas. Lalu dia melakukan gerakannaik turun.
Tangannaya kebelakang bertumpu pada pahaku. Sementara tanganku sibuk meremas
tokednya. Kadang dia membungkuk. Dalam posisi WOT kami berciuman. Kalau dia
capek menggenjot, gantian aku yg menggenjot dari bawah.
”’Ohhhhh augghhhh enak banget Yg….aku kangen kamu,” kata
Ririn.
”Meki kamu juga enak Rin. Masih nyedot kayak vacum cleaner,”
kataku.
Posisi berbalik. Tetap WOT tapi dia membelakangiku. Ini
posisi favorit Ririn. Dengan posisi ini dia selalu orgasme. Katanya pakai gaya
itu bisa pas di G-spotnya. Hanya lima menit di posisi itu, Ririn sudah O.
”’Ahhhhh yesss aku keluaarrrrrr,” teriak Ririn.
Dia langsung bangkit dan mengulum kont*l ku. Tak lama kau
juga keluar croot-crotttt.
”Wah masih banyak, tadi pagi kan kamu main sama istrimu,”
kata Ririn.
Setengah jam istirahat, kami melanjutkan ronde kedua. Kali
ini memakai gaya doggy style kesukaanku dan diakhir dengan missionary. Habis
itu kami tidur berpelukan di ranjang yg selama ini menjadi medan pertempuranku
dengan istri.
”Makasih ya Yg…aku puas banget,” kata Ririn.
Setelah itu, ngeseks bersama Ririn, pembantuku menjadi
rutinitas setiap hari. Tp kami tak melakukannya di kamarku lagi. Takut kualat.
Kami melakukan di kamar Ririn atau di ruang TV, ruang tamu. Kamar ta tamu,
dapur, kamar mandi, atau di halaman belakang rumah di atas rumput beralas
tikar. Istriku tak pernah curiga. Sebab kalau ada istriku, Ririn bersikap
sangat wajar. Dia juga hormat kepada istriku. Pekerjaannya juga selalu beres.
Tentu karena aku juga membantu mengepel atau membersihkan rumah.
Bahkan istriku begitu sayang kepadanya. Oleh istriku Ririn
juga sering diajak pergi belanja dan dibelikan pakaian. Kalau pergi keluar,
Ririn juga memakai kerudung seperti istriku. Sudah tiga tahun Ririn kerja di
rumahku. Semua aman-aman saja. Kehidupan seks dengan sirtiku juga tetap
berjalan lancar.
Sampai istriku hambil dan melahirkan anak pertama kami. Ririn
yg menjaga dan merawat anakku dengan penuh kasih sayang saat Rosa kerja. Tapi
aku dan Ririn tak mau bersetubuh di dekat my baby. Rasanya seperti punya dua
istri yg akur. Oh ya, Rosa pernah ingin punya baby sitter, tapi aku tolak. Aku
bilang Ririn sudah bisa menghandle semua.
